Jumat, 09 Maret 2012

PRAMUKA ANTARA MINAT DAN MODERNITAS


APA ITU PRAMUKA?
 Bahasan pertama tentu saja kembali kepada definisi.  Apa sesungguhnya pramuka itu dan untuk apa didirikan. Menurut Wikipedia, Pramuka atau yang disebut dengan Scout Movement adalah gerakan pemuda sedunia yang dimaksudkan untuk mendukung anak-anak muda dalam perkembangan fisik, mental dan spiritualnya sehingga mereka dapat melakukan membangun masyarakat. Pramuka dimulai sejak tahun 1907 dan diprakarsai oleh Robert Baden-Powell, seorang letnan jenderal Inggris. Kegiatan pramuka ditekankan pada kegiatan outdoor yang meliputi berkemah, keterampilan dari kayu, keterampilan dalam air, mendaki gunung dan olahraga. Semua anggota pramuka harus menaati Scout Promise and Law[1] yang setara dengan Tri Satya dan Dasa Dharma di kepramukaan Indonesia.
Gerakan pramuka masuk ke Indonesia semenjak tahun 1912 yang dibawa oleh bangsa Belanda. Awalnya organisasi pramuka pertama bernama NIPV (Nederland Indische Padvinders Vereeniging = Persatuan Pandu-Pandu Hindia Belanda).[2] Kemudian, para pemimpin nasional pun mulai membentuk organisasi pramuka untuk menjadi kader pergerakan nasional. Istilah Padvindery pun dilarang dan munculah istilah Pandu atau Kepanduan. Pada tahun 1961, dikarenakan 80% penduduk Indonesia tinggal di pedesaan dan 75% adalah petani maka Kwarnas (Kwartir Nasional) Gerakan Pramuka menganjurkan supaya para pramuka mengadakan kegiatan di bidang pembangunan desa. Pada saat itu, yang menjabat sebagai Kepala Kwarnas adalah Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang kemudian dikenal sebagai Bapak Pramuka Indonesia.[3]
Berbeda dengan Scout Movement di luar negeri yang memisahkan antara Boy Scout (laki-laki) dan Girl Guide (perempuan), untuk Indonesia, pramuka laki-laki dan perempuan berada di wadah yang sama hanya dengan nomor gugus depan yang berbeda saja. Gugus depan ganjil adalah gugus depan laki-laki sedangkan gugus depan genap adalah gugus depan perempuan. Di luar negeri, pramuka di bagi berdasarkan umur dengan nama yang berbeda (Cub Scout, Boy Scout, Rover Scout) di Indonesia, tingkatan umur dibedakan dengan tingkatan pramuka berupa siaga, penggalang, penegak dan pandega.
Aturan dasar dan kompetensi yang harus dimiliki seorang pramuka tertulis dalam Pancasila, Tri Satya dan Dasa Dharma[4] (untuk penggalang,penegak dan pandega):
TRI SATYA
Demi kehormatanku aku berjanji akan bersungguh-sungguh :
  • Menjalankan kewajibanku terhadap Tuhan, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menjalankan Pancasila.
  • Menolong sesama hidup dan ikut serta membangun masyarakat.
  • Menepati Dasa Darma.
DASA DHARMA
Pramuka itu :
  1. Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
  2. Cinta alam dan kasih sayang sesama manusia
  3. Patriot yang sopan dan kesatria
  4. Patuh dan suka bermusyawarah
  5. Rela menolong dan tabah
  6. Rajin, trampil dan gembira
  7. Hemat, cermat dan bersahaja
  8. Disiplin, berani dan setia
  9. Bertanggungjawab dan dapat dipercaya
  10. Suci dalam pikiran, perkataan dan perbuatan
Tujuan kepramukaan sendiri seperti yang tertulis di website pramuka Indonesia adalah[5] :
Gerakan Pramuka sebagai penyelenggara pendidikan kepanduan Indonesia yang merupakan bagian pendidikan nasional, bertujuan untuk membina kaum muda dalam mencapai sepenuhnya potensi-potensi spiritual, social, intelektual dan fisiknya, agar mereka bisa:
  1. Membentuk, kepribadian dan akhlak mulia kaum muda
  2. Menanamkan semangat kebangsaan, cinta tanah air dan bela negara bagi kaum muda
  3. Meningkatkan keterampilan kaum muda sehingga siap menjadi anggota masyarakat yang bermanfaat, patriot dan pejuang yang tangguh, serta menjadi calon pemimpin bangsa yang handal pada masa depan.
KEANGGOTAAN DAN STRUKTUR ORGANISASI GERAKAN PRAMUKA INDONESIA
Hal lain yang menjadi pertanyaan besar bagi saya ketika kecil adalah saya dulu sempat menjadi pramuka siaga ketika kelas 1-3 SD/MI dan sekali naik pangkat dari Siaga Mula menjadi Siaga Bantu dan kemudian ketika saya kelas 4-6 SD/MI saya otomatis menjadi Pramuka Penggalang. Di tingkat Penggalang pun saya hanya sampai pada naik tingkat dari Penggalang Ramu menjadi Penggalang Rakit dan tidak lagi melanjutkan pada Penggalang Terap. Yang membingungkannya lagi, tampaknya tidak ada pencatatan khusus dari pembina saya mengenai kenaikan pangkat saya menjadi penggalang yang lebih tinggi dan pemberian TKK (tanda kecakapan khusus) juga diberikan begitu saja. Apakah ada pencatatannya tentang jabatan kepramukaan dan TKK yang saya dapat? Apa sebenarnya kompetensi yang harus dimiliki dan apakah pengujinya kompeten untuk menguji anak didiknya? Mungkin bagi anak-anak SD yang kerjaannya hanya ‘main-main’ bisa saja standard kompetensi tidak menjadi masalah, tapi bagaimana dengan pramuka-pramuka ditingkat penegak dan pandega? Apakah ada kelanjutannya dan berpengaruhkah hal ini kepada minat anak-anak didik?
Untuk menjawab pertanyaan di atas mari kita kaji ulang mengenai keanggotaan dan struktur organisasi pramuka Indonesia.
Berikut ini skema keanggotaan dalam gerakan pramuka[6]:

Sesuai dengan Anggaran Rumah Tangga Gerakan Pramuka no. 203 tahun 2009, telah diatur tentang pengertian keanggotaan yang dimaksud adalah anggota dalam Gerakan Pramuka.
Anggota Gerakan Pramuka adalah perseorangan warga negara Indonesia yang secara sukarela dan aktif mendaftarkan diri sebagai Anggota Gerakan Pramuka, telah mengikuti program perkenalan kepramukaan serta telah dilantik sebagai anggota.
Anggota Gerakan Pramuka terdiri atas:
a. Anggota Biasa
Anggota Biasa Gerakan Pramuka terdiri atas:
1 1. Anggota muda :
Siaga (7-10 tahun, dengan tingkatan Mula, Bantu dan Tata),
Penggalang (11-15 tahun, dengan tingkatan Ramu, Rakit dan Terap),
Penegak (15-18 tahun dengan tingkatan Bantara dan Laksana),
dan Pandega (18-22 tahun yang akan membentuk satuan di tingkat gugus depan bernama Racana).
2 2. Anggota dewasa : anggota biasa yang berusia di atas 25 tahun.
Anggota dewasa terdiri atas:
a. Anggota Dewasa biasa : anggota dewasa yang masih aktif sebagai fungsionaris dalam organisasi, yaitu: Pembina, Pelatih, Pembina Profesional, Pamong Saka, Instruktur Saka, Andalan dan pembantu andalan, Mabi, Staf/ Karyawan Kwartir.
b. Anggota Mitra : anggota dewasa yang tidak aktif sebagai fungsionaris dalam organisasi
b. Anggota Luar Biasa
adalah warga Negara asing yang menetap untuk sementara Waktu di Indonesia yang bergabung dan aktif dalam kegiatan kepramukaan.
c. Anggota Kehormatan
Adalah perorangan yang berjasa luar biasa terhadap Gerakan Pramuka dan kepramukaan.
Berikut adalah struktur organisasi gerakan pramuka :

Jadi, sesungguhnya struktur organisasi yang ada sekarang sudah cukup baik dan sangat membantu para anggotanya untuk terus berkarya sesuai dengan jenjang umurnya sebagai anak muda. Tingkatan pramuka yang ada dibagi berdasarkan tingkatan umur. Entah sudah naik pangkat atau belum dalam tingkat siaga, setelah umur 10 tahun, seorang pramuka otomatis akan naik menjadi penggalang, sesuai dengan jenjang umurnya karena kompetensi yang berbeda-beda di tingkatan umur yang berbeda.
Kenaikan pangkat sesungguhnya juga bukannya tanpa standard melaikan ada standard kompetensi yang harus diikuti yang disebut SKU (Syarat Kecakapan Umum). SKU adalah syarat kecakapan yang wajib dimiliki setiap anggota pramuka sebagai prasyarat untuk mendapatkan Tanda Kecakapan Umum yang berupa kenaikan pangkat (contoh : dari siaga mula menjadi siaga bantu). Selain daripada SKU ada juga Syarat Kecakapan Khusus yang akan mendapat imbalan Tanda Kecakapan Khusus (TKK). TKK sifatnya optional. Tapi bagi saya yang dulu sangat senang pamer prestasi, pengejaran TKK sebelum pelantikan menjadi hal wajib yang perlu dikejar.
Syarat Kecakapan Umum (SKU)
Syarat Kecakapan Umum
Tanda Kecakapan Khusus (TKK) dan Selempang
Tanda Kecakapan Khusus (TKK) dan Selempang
MODERNITAS DAN KURANGNYA MINAT AKAN PRAMUKA
 Sekarang, mari kita masuk kepada isu utama tentang berkurangnya minat pemuda-pemudi akan kegiatan kepramukaan seiring dengan berkembangnya zaman. Setiap tahunnya, saya dan keluarga akan pergi ke Klaten dari Jakarta menggunakan jalan darat alias mobil. Sewaktu saya kecil, saya seringkali melihat para pramuka (mungkin tingkatan penegak dan pandega) yang membantu para polisi utnuk mengatur lalu lintas dikarenakan padatnya lalu lintas di saat musim mudik. Seiring berjalannya waktu, saya sudah tidak pernah melihat lagi para anak-anak pramuka ini berkeliaran membantu sana-sini.
Tidak hanya itu, kegiatan pramuka di almamater saya sendiri sudah seperti mati. Dulu, pembina pramuka yang melatih saya sangat kompeten dan memang mengerti mengenai kegiatan kepramukaan dan bahkan berperan serta dalam kegiatan-kegiatan setingkat Kwartir Cabang atau bahkan Nasional. Mungkin memang pembina pramuka putri bukanlah seorang yang kompeten dan hanya seorang guru yang membantu menjalankan kegiatan kepramukaan, tapi hal tersebut tidak menjadi kendala ketika kami memiliki 3-4 pembina putra yang memang kompeten di bidang ini. Pramuka yang kami jalankan benar-benar sesuai dengan standard kompetensi yang tertulis di SKU dan pelantikan juga dilaksanakan tiap tahun. Setiap anggota yang SKUnya sudah terisi penuh bisa meminta untuk dilantik menjadi pramuka tahap selanjutnya di hari pelantikan yang sudah ditentukan yaitu ketika PERSAMI tahunan. Kami juga banyak mengikuti Jambore dan PERSAMI di tingkat nasional. Kami pun mengikuti beberapa lomba setingkat Kwartir Ranting dan Kwartir Cabang. Berbeda dengan pramuka yang saya liat sekarang ada di almamater saya. Mereka cenderung hanya diajari tali-temali, baris-berbaris dan menyanyi lagu-lagu hymne sehingga popularitasnya menurun dan digantikan dengan kegiatan lain yang dirasa lebih bermanfaat seperti Dokter Kecil atau les-les musik dan menyanyi.
Modernitas juga seakan sudah menelan asyiknya kegiatan pramuka. Dulu saya yang sangat senang akan berinteraksi dengan alam bebas, benar-benar senang setiap hari sabtu datang. Bukan karena sekolah yang hanya setengah hari (dulu sekolah masih dilaksanakan 6 hari dalam seminggu) tapi karena sorenya kami akan melakukan kegiatan pramuka. Menurut saya kala itu, bisa hidup di alam liar betul-betul keahlian yang sangat diperlukan dan menurut bahasa anak muda sih, keren banget. Kami juga belajar disiplin dengan latihan baris-berbaris serta kekompakan tim dengan berbagai aksi tongkat yang kami lakukan. Kami juga belajar dasar pertolongan pertama serta tinggal di alam liar.
Menurut saya juga, generasi zaman sekarang cenderung manja dan tidak bisa dilepas seandainya ada keadaan darurat. Saya yang sejak kecil terbiasa tidur di tenda dan lantai, tidak punya masalah ketika harus berpergian sana-sini dan harus tidur di kondisi apapun. Banyak teman saya yang menurut saya terlalu manja yang harus tidur di atas kasur atau tidak bisa tidur di kendaraan. Lucunya lagi, anak-anak zaman sekarang terlalu bergantung pada teknologi. Pernah suatu ketika saya bepergian dengan teman-teman dengan mobil di Irlandia. Untuk saya, membaca peta dan menghapal arah jalan sudah menjadi hal yang biasa. Lucunya, teman-teman saya lebih percaya pada GPS. Perjalanan yang harusnya hanya memakan waktu setengah jam menjadi tiga kali lipat lamanya karena percaya pada GPS. Saya sempat takut karena GPS bukan megarahkan pada jalan antar kota yang cukup ramai tapi malah membawa kami ke desa-desa yang tidak jelas. Untung saja waktu itu GPSnya terus berfungsi satu setengah jam non-stop dan tidak mati seperti waktu kami pergi.
Sejujurnya menurut data sensus tiga tahunan WOSM (World Organization of Scout Movement) 2010, Indonesia masih menjadi negara dengan jumlah pramuka tertinggi sedunia yaitu sejumlah 17,100,000 orang dan saya belum menemukan data berarti mengenai berkurangnya anggota pramuka secara signifikan dari tahun ke tahun. Namun pergeseran opini masyarakat mengenai pramuka terutama di Jakarta sangatlah nyata[7][8].
Menurut pengamatan saya dan beberapa pendapat teman-teman, kurangnya minat anak-anak muda zaman sekarang akan pramuka disebabkan oleh beberapa hal :
  • Pramuka hanyalah ajang menyanyi dan main tali temali.
Yup, ini pendapat banyak orang mengenai keadaan pramuka zaman sekarang. Banyak sekali sekolah-sekolah yang mengadakan kegiatan ekstra-kurikuler pramuka namun dengan pembina yang kurang kompeten. Hal ini mengakibatkan kegiatan yang ada tidak lagi berdasarkan pada kompetensi yang tertulis di SKU tapi hanyalah kegiatan senang-senang dan bermain dengan alam. Pramuka sesungguhnya mengajarkan KETERAMPILAN yang tidak diajarkan di sekolah seperti morse, semaphore, sandi dan juga P3K. Seorang pembina pramuka yang dulunya juga menjalani pramuka sampai tingkat pandega akan memiliki kompetensi yang baik dan bisa meneruskannya. Kebanyakan ekskul pramuka terutama di Jakarta tidak dibina oleh seorang pembina yang kompeten dan bersemangat menanamkan nilai kepramukaan pada anak didiknya.
  •  Kurangnya semangat para pembina dan orang tua untuk membawa anak didik ke ‘alam liar’.
Kebanyakan orang tua jaman sekarang sangat ‘over-protective’ terhadap anak-anaknya. Orang tua jarang membiarkan anaknya untuk pergi berkemah dalam kelompok dan sangat takut anaknya nati akan sakit karena tidur di luar selama beberapa hari. Saya dulu juga teringat ketika masa-masa kelas 4 SD/MI ikut berkemah ke sana kemari. Ibu sangat khawatir dan membawakan barang macam-macam yang menurut saya berlebihan. Kadang saya minta saran kepada ayah akan barang apa saja yang dibutuhkan sehingga barang-barang akan lebih ringan. Ayah senang mengajarkan anaknya hidup prihatin dan seadanya sehingga siap menghadapi segala kemungkinan terburuk. Ketika berkemah, ternyata apa yang ditakutkan orang tua saya tidaklah seseram yang dibayangkan. Pembina mengajarkan bagaimana bertahan hidup ketika di alam liar termasuk menggunakan tongkat untuk bermacam-macam keperluan ketika memanjat gunung. Mulai dari menjadikan tongkat sebagai alat bantu jalan, sampai menggabungkan beberapa tongkat menjadi satu dengan simpul tertentu untuk membangun jembatan atau tenda kecil.
Kadang hal ini juga bukan hanya sepihak dari orang tua tapi dari guru itu sendiri. Karena pembinanya kurang kompeten, biasanya mereka akan takut untuk membawa anak-anak ke alam bebas karena sang guru sendiri tidak punya bekal cukup untuk survival atau berkemah. Mereka takut kena damprat orang tua kalau-kalau terjadi sesuatu yang salah ketika berkemah. Semangat kepramukaan yang kurang kuat dalam diri pembina membuat pembina ragu-ragu untuk membawa anak-anak berkemah ke dunia yang agak sedikit liar. Paling juga mengajak anak-anak ke bumi perkemahan yang reputasinya jauh lebih baik.
Ada masalah lagi yang muncul dari bumi perkemahan. Seorang teman saya sempat kapok mengikuti pramuka karena pernah ikut berkemah di Bumi Perkemahan Cibubur. Di sana banayk orang berjualan dan menjadikan berkemah tidak lagi mengasyikkan karena kurangnya paparan dengan alam liar. Belum lagi Bumi Perkemahan Cibubur tidak hanya dipakai untuk berkemah tapi juga dijadikan tempat untuk kongser dangdut dan hajatan. Hal ini membuat bumi perkemahan tidak lagi layak sebagai sarana membantu anak-anak pramuka punya potensi belajar keterampilan di alam liar.
  • Tidak perlunya keterampilan di alam liar karena bantuan alat-alat modern.
Seperti yang saya katakan sebelumnya, di zaman modern ini, anak-anak cenderung malas pergi keluar dan mencari petualangan di luar rumah. Adanya PlayStation, Nintendo Wii, PC membuat anak-anak merasa senang terkurung di rumahnya sendiri. Anak-anak zaman dulu yang senantiasa mengadakan eksplorasi ke hutan-hutan sudah tidak ada lagi. Mendapatkan High-score di online game menjadi jauh lebih menarik ketimbang eksplorasi harta karun di kebun-kebun dekat rumah. Keterampilan untuk membangun tenda dan menggunakan berbagai sandi dan simpul yang dulu saya anggap keren sudah dianggap ketinggalan zaman. Signifikansinya juga sudah berkurang karena anak-anak cenderung malas pergi ke alam liar dan berkurangnya hutan-hutan yang menarik untuk dikunjungi karena adanya penebangan liar dan pengubahan hutan-hutan dekat kota menjadi pemukiman. Kecuali ada kecelakaan pesawat parah dan anda terdampar di suatu pulau tanpa sinyal handphone mungkin keterampilan itu baru akan digunakan.
  • Kurangnya pemahaman tentang arti pramuka secara menyeluruh.
Memang kegiatan pramuka pada dasarnya adalah keterampilan di alam liar dan berbagai macam keterampilan fisik lainnya. Ya benar, untuk tingkat siaga dan penggalang. Harusnya penanaman nilai pramuka ini sudah ditanamkan dari sejak tingkat siaga bahwa pramuka nantinya juga akan meningkatkan kemampuan kepemimpinan dan juga meningkatkan kesadaran sosial. Pramuka juga membantu sesama, mengadakan event-event dan juga melaksanakan bakti sosial. Hal ini yang rasanya kurang ditanamkan kepada anggota-anggota pramuka. Ketika saya menjabat sebagai pramuka penggalang saya sudah ikut dua kali bakti sosial ke desa tertinggal. Kami menyumbang dana dan pakaian ke masyarakat sekitar dan membatu pekerjaan mereka. Kami menginap selama beberapa hari di rumah penduduk sekitar. Makan bersama mereka, bekerja bersama mereka dan tidur di rumah mereka yang sangat sederhana. Sungguh pengalaman seorang pramuka yang sesungguhnya tidaklah hanya bermain tali-temali atau menyanyi saja.
  • Adanya banyak kegiatan lain yang lebih spesifik dalam meningkatkan keterampilan.
Pramuka, nama yang sungguh kurang menjual jika dibandingkan dengan Palang Merah Remaja yang jelas-jelas belajar Pertolongan Pertama atau Pecinta Alam yang jelas-jelas melakukan kegiatan memacu adrenalin seperti arung jeram dan panjat tebing. Pramuka memang menjual sesuatu yang menyeluruh. Mendidik anak-anak muda untuk menjadi seorang yang utuh secara jiwa,raga dan spiritual. Tidak hanya orang yang kuat secara fisik, tapi juga memiliki empati dan sifat rela menolong. Tapi kemampuan yang dibangun itu lebih cenderung kepada soft skill yang mungkin kurang terlihat wujud nyatanya. Tidak heran banyak orang tua atau anak-anaknya sendiri menganggap pramuka tidak lagi relevan dan enggan mengikuti kegiatan pramuka.
  • Tidak adanya sertifikasi dan pengakuan dari pihak terkait.
Sertifikasi yang didapat dari pramuka hanyalah dengan satu jahitan yang terdapat di baju yang menjadi TKU dan TKK. Tidak ada pencatatan khusus tentang siapa yang sudah menjadi pramuka tingkat apa dan dimana. Kebanyakan institusi (sekolah dan perusahaan) juga tidak menganggap pramuka sebagai suatu hal yang bisa dipandang lebih untuk mendaftar sekolah atau pekerjaan. Karenanya adanya pencatatan, sertifikasi dan quality assurance dari kegiatan pramuka mungkin akan meningkatkan minat anak-anak dan orang tua untuk mengikutsertakan anaknya dalam kegiatan kepramukaan ini.

Kamis, 01 Maret 2012

Kenakalan Remaja, Peran Orang Tua, Guru dan Lingkungan

Sebenarnya menjaga sikap dan tindak tanduk positif itu tidak hanya tanggung jawab para guru dan keluarganya, tetapi semua orang, Guru yang selalu mengusahakan keluarganya menjadi garda terdepan dalam memberikan pendidikan dengan sebuah contoh, adalah cerminan komitmen dan pendalaman makna dari seorang guru. Sang guru harus berusaha agar keluarganya baik dan tidak korupsi agar ia dapat mengajari kepada murid-muridnya yang merupakan remaja generasi penerus bangsa memiliki moral dan ahlak baik dan tidak korupsi, berusaha tidak berbohong agar murid-muridnya sebagai remaja yang baik tidak menjadi pendusta, tidak terjaebak dalam kenakalan remaja.

Guru adalah profesi yang mulia dan tidak mudah dilaksanakan serta memiliki posisi yang sangat luhur di masyarakat. Semua orang pasti akan membenarkan pernyataan ini jika mengerti sejauh mana peran dan tanggung jawab seorang guru . Sejak saya baru berusia 6 tahun hingga dewasa, orang tua saya yang merupakan seorang guru, selalu memberikan instruksi yang mengingatkan kami para anak-anaknya adalah anak seorang guru yang harus selalu menjaga tingkah laku agar selalu baik dan jangan sampai melakukan sebuah kesalahan . Seberat itukah, seharus itukah kami bertindak Lantas apa hubungan profesi orang tua dengan dengan anak-anaknya, apakah hanya anak seorang guru yang harus demikian ?.

Peran guru tidak hanya sebatas tugas yang harus dilaksanakan di depan kelas saja, tetapi seluruh hidupnya memang harus di dedikasikan untuk pendidikan. Tidak hanya menyampaikan teori-teori akademis saja tetapi suri tauladan yang digambarkan dengan perilaku seorang guru dalam kehidupan sehari-hari.

Terkesannya seorang Guru adalah sosok orang sempurna yang di tuntut tidak melakukan kesalahan sedikitpun, sedikit saja sang guru salah dalam bertutur kata itu akan tertanam sangat mendalam dalam sanubari para remaja. Jika sang guru mempunyai kebiasaan buruk dan itu di ketahui oleh sang murid, tidak ayal jika itu akan dijadikan referensi bagi para remaja yang lain tentang pembenaran kesalahan yang sedang ia lakukan, dan ini dapat menjadi satu penyebab, alasan mengapa terjadi kenakalan remaja.

Sepertinya filosofi sang guru ini layak untuk di jadikan filosofi hidup, karena hampir setiap orang akan menjadi seorang ayah dan ibu yang notabenenya merupakan guru yang terdekat bagi anak-anak penerus bangsa ini. Akan sulit bagi seorang ayah untuk melarang anak remajanya untuk tidak merokok jika seorang ayahnya adalah perokok. Akan sulit bagi seorang ibu untuk mengajari anak-anak remaja untuk selalu jujur, jika dirumah sang ibu selalu berdusta kepada ayah dan lingkungannya, atau sebaliknya. jadi bagaimana mungkin orang tua melarang remaja untuk tidak nakal sementara mereka sendiri nakal?

Suatu siang saya agak miris melihat seorang remaja SMP sedang asik mengisap sebatang rokok bersama adik kelasnya yang masih di SD, itu terlihat dari seragam yang dikenakan dan usianya memang terbilang masih remaja. Siapa yang harus disalahkan dalam kasus ini. Apakah sianak remaja tersebut, sepertinya tidak adil kalau kita hanya menyalahkan si anak remaja itu saja, anak itu terlahir bagaikan selembar kertas yang masih putih, mau jadi seperti apa kelak di hari tuanya tergantung dengan tinta dan menulis apa pada selembar kertas putih itu . Orang pertama yang patut disalahkan mungkin adalah guru, baik guru yang ada di rumah ( orang tua ), di sekolah ( guru), atau pun lingkungannya hingga secara tanpa disadari mencetak para remaja tersebut untuk melakukan perbuatan yang dapat digolongkan ke dalam kenakalan remaja.

Peran orang tua yang bertanggung jawab terhadap keselamatan para remaja tentunya tidak membiarkan anaknya terlena dengan fasilitas-fasilitas yang dapat menenggelamkan si anak remaja kedalam kenakalan remaja, kontrol yang baik dengan selalu memberikan pendidikan moral dan agama yang baik diharapkan akan dapat membimbing si anak remaja ke jalan yang benar, bagaimana orang tua dapat mendidik anaknya menjadi remaja yang sholeh sedangkan orang tuanya jarang menjalankan sesuatu yang mencerminkan kesholehan, ke masjid misalnya. Jadi jangan heran apabila terjadi kenakalan remaja, karena sang remaja mencontoh pola kenakalan para orang tua

Tidak mudah memang untuk menjadi seorang guru. Menjadi guru diharapkan tidak hanya didasari oleh gaji guru yang akan dinaikkan, bukan merupakan pilihan terakhir setelah tidak dapat berprofesi di bidang yang lain, tidak juga karena peluang. Selayaknya cita-cita untuk menjadi guru didasari oleh sebuah idealisme yang luhur, untuk menciptakan para remaja sebagai generasi penerus yang berkualitas.

Sebaiknya Guru tidak hanya dipandang sebagai profesi saja, tetapi adalah bagian hidup dan idialisme seorang guru memang harus dijunjung setinggi-tingginya. Idealisme itu seharusnya tidak tergantikan oleh apapun termasuk uang. Namun guru adalah manusia, sekuat-kuatnya manusia bertahan dia tetaplah manusia, jika terpaan cobaan itu terlalu kuat manusia juga dapat melakukan kesalahan.

Akhir akhir ini ada berita di media masa yang sangat meruntuhkan citra sang guru adalah berita tentang pencabulan Oknum guru terhadap anak didiknya. Kalau pepatah mengatakan guru kencing bediri murid kencing berlari itu benar, berarti satu orang guru melakukan itu berapa orang murid yang lebih parah dari itu, hingga akhirnya menciptakan pola kenakalan remaja yang sangat tidak ingin kita harapkan.

Gejala-gejala ini telah menunjukan kebenarannya. Kita ambil saja kasus siswa remaja mesum yang dilakukan oleh para remaja belia seperti misalnya kasus-kasus di remaja mesum di taman sari Pangkalpinang ibukota provinsi Bangka Belitung, lokasi remaja pacaran di bukit dealova pangkalpinang, dan remaja Ayam kampus yang mulai marak di tambah lagi foto-foto syur remaja SMP jebus, ini menunjukkan bahwa pepatah itu menujukkan kebenarannya.

Kerja team yang terdiri dari orang tua (sebagai guru dirumah), Guru di sekolah, dan Lingkungan (sebagai Guru saat anak-anak, para remaja bermain dan belajar) harus di bentuk. diawali dengan komunikasi yang baik antara orang tua dan guru di sekolah, pertemuan yang intensif antara keduanya akan saling memberikan informasi yang sangat mendukung bagi pendidikan para remaja. Peran Lingkungan pun harus lebih peduli, dengan menganggap para remaja yang ada di lingkungannya adalah tanggung jawab bersama, tentunya lingkungan pun akan dapat memberikan informasi yang benar kepada orang tua tentang tindak tanduk si remaja tersebut dan kemudian dapat digunakan untuk mengevaluasi perkembangannya agar tidak terjebak dalam kenakalan remaja.

terlihat betapa peran orang tua sangat memegang peranan penting dalam membentuk pola perilaku para remaja, setelah semua informasi tentang pertumbuhan anaknya di dapat, orang tuapun harus pandai mengelola informasi itu dengan benar.

Terlepas dari baik buruknya seorang guru nampaknya filosofi seorang guru dapat dijadikan pegangan bagi kita semua terutama bagi para orang tua untuk menangkal kenakalan remaja, mari kita bersama-sama untuk menjadi guru bagi anak-anak dan para remaja kita para remaja belia, dengan selalu memberi contoh kebenaran dan memberi dorongan untuk berbuat kebenaran. Sang guru bagi para remaja adalah Orang tua, guru sekolah dan lingkungan tempat ia di besarkan. Seandainya sang guru dapat memberi teladan yang baik mudah-mudahan generasi remaja kita akan ada di jalan yang benar dan selamat dari budaya "kenakalan remaja" yang merusak kehidupan dan masa depan para remaja, semoga.