Kamis, 16 Februari 2012

Peran Generasi Muda Dalam Keberlangsungan Pendidikan Islam

Pendahuluan
Tanpa kemampuan dan kesediaan membuka diri untuk berdialog dengan dunia ilmiah, pemikiran pendidikan Islam akan terus berhadapan dengan dilema berkepanjangan. Bagaimanapun, pemikiran pendidikan Islam adalah wilayah murni ilmiah sekaligus kultural. Ketertutupan pemikiran akan menimbulkan anomali-anomali yang datang sahut-menyahut dengan setiap dinamika yang berkembang. Jika demikian halnya, maka pendidikan Islam yang secara ideologis sebenarnya mengajak kepada pengenalan terhadap diri sendiri, kemudian menempatkan teori pendidikan yang lahir dari kawasan Barat sebagai referensi utama. Mengambil referensi dari Barat tidak berarti salah, tetapi apabila menjadikannya utama itu yang tidak benar. Padahal nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam sangat luar biasa karena didalamnya mencangkup pembahasan yang melangit sekaligus membumi.
Saat ini dunia pendidikan Islam sedang menghadapi situasi yang dilematis, yang melahirkan sikap ambivalensi dalam menyusun konsep mengenai berbagai aspek pendidikan Islam, khususnya dasar kefilsafatan, tujuan, metode, dan kurikulum. Pendidikan Islam yang ada terkesan kurang memberi peluang pengembangan daya kritis dan kreativatas sebagai sikap ilmiah. Pendidikan Islam dipandang hanya sebagai penataran utamanya menerangkan tentang teori, tetapi miskin nyata.
Oleh karena itu, pemberdayaan dunia pendidikan islam saat ini merupakan perihal yang niscaya adanya. Ditengah arus globalisasi yang semakin trengginas ini, pendidikan islam diharapkan mampu menjadi jalan alternatif. Disamping pendidikan Islam adalah sebagai bagian manusia dalam menemukan siapa sesungguhnya diri atau pribadinya. Hal ini sebagaimana yang dikatakan intelektual dan ulama dari mesir, Mohammad al-Ghazali, Pendidikan Islam diharapkan mampu melaksanakan transformasi nilai dalam rangka persosialisasi dalam masyarakat dan lingkungan. Dengan pemberdayaan pendidikan Islam, umat Islam akan mampu menjadikannya bekal untuk terus menuju kepada penyampurnaan dirinya, yang darinya akan mampu digunakan untuk mengaruih kehidupan dengan segala pernik dan dinamikanya. Disamping itu, pendidikan Islam ini nantinya akan mampu berperan besar ketika berhadapan dengan masyarakat yang majemuk, termasuk di Indonesia.
Untuk bahasa lebih jauh tentang pendidikan Isalam, ada baiknya kita mencoba melayani apa pendidikan itu. Pendidikan Islam sendiri mempunyai banyak penafsiran, diantaranya diungkapkan Ahmad D. Marimba. Dia menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani-rohani berdasarkan hukum agama Islam menuju pada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran Islam. Sementara itu, Syahminan Zaini dalam bukunya, prinsip-prinsip dasar konsepsi pendidikan Islam, menyatakan bahwa definisi pendidikan Isalam adalah usaha mengembangkan fitrah manusia dengan ajaran Islam agar terwujud kehidupan manusia yang makmur dan bahagia. Muhammad Athiyah al-Abrasyi juga memberikan pengertian yang berbeda terkait dengan pendidikan Islam. Menurutnya, pendidikan Isalam (al-tarbiyah al-Islamiyah) adalah untuk mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya (akhlaknya), teratur pikirannya, halus perasaannya, mahir dalam pekerjaannya, dan manis tutur katanya, baik dengan lisan maupun tulisan.
Sikap terhsdap Perkembangan Pendidikan di Indonesia
Pendidikan merupakan pranata dalam kehidupan manusia untuk menemukan siapa dirinya atau eksistensinya. Dengan pendidikan ini, diharapkan ada kemajuan yang di capai manusia pada kelangsungan kehidupannya. Kemudian, untuk salah satu fenomenanya yang seharusnya di jawab dalam keberlangsungan ini adalah dengan mencoba menghapus dinamika perkembangannya. Sudah jadi wacana umum bahwa dinamika pendidikan kita telah menjadi sesuatu yang menarik untuk selalu dikaji dan ditelaah terus-menerus.
Melihat fenomena diatas, tidak cukup hanya dengan retorika, harus ada yang dijadikan patokan untuk mewujudkan Indonesia menjadi negara yang rakyatnya cerdas dan makmur. Adapun untuk mewujudkannya, bisa dengan menggunakan pendekatan yang berbeda, termasuk bagaimana proses atau penangananny. Proses ini akan memakan waktu yang tidak sebentar. Hal ini dikarenakan pergerakan manusia Indonesia yang sangat beragam, ditambah dengan perkembangan dunia dewasa ini.
Arah baru pendidikan untuk Indonesia diharapkan mampu menjawab setiap persoalan yang menghimpit. Arah ini adalah semacam cermin atau harapan terhadap pendidikan yang berkembang di Indonesia, termasuk pendidikan Islam. Pendidikan Islam sendiri merupakan pendidikan yang menitikberatkan kepada pembentukan moral yang mewujud prilaku dalam keseharian denagan dampaknya yang baik.
Para pemerhati pendidikan Islam saat ini sedang berfikir keras agar Pendidikan Islam di Indonesia mampu menjadikan pendidikan sebagai salah satu solusi dari kemelut yang di hadapi bangsa ini. Mereka banyak melakukan eksperimen untuk mengimplementasikan berbagai gagasan tersebut. Dari hasil perenungan dan eksperimen mereka, Lahirlah gagasan untuk melakukan reformasi sekaligys reformulasi terhadap dunia pendidikan Islam di Indonesia. Gagasan tersebut adalahdengan mengintegrasiakan semua nilai-nilai keilmuan dalam pendidikan, dan diharapkan output-nya nanti berupa generasi yang selalu tanggap terhadap persoalan dan fenomena yang sedang di hadapi bangsa ini.
Harapan terhadap Pendidikan Islam datang dari para pemerhati dan intelektual muslim. Seperti Seyyed Hossein Nasr yang meyakini keharusan adanya sistem pendidikan yng melahirkan filsuf, ulama, dan intelektual sebagaimana pada abad-abadpertama sesudah masa kenabian Muhammad SAW. Fazlur Rahman juga secara lebih eksplisit menjelaskan perkembangan praktek pendidikan berpola di kalangan komunitas pemeluk Islam hingga pada masa dikalangan pemeluk Islam dikenal sebagai jaman keemasan. Namun demikaian, baik Nasr atau Rahman tidak menyinggung perkembangan konseptual pendidikan bagi pemeluk, khususnya elite muslim. Akan tetapi, harapan yang tergambar dalam argumentasi dua tokoh diatas perlu diapresiasi sebagai bahan untuk membuat formula baru pendidikan Islam.
Secara teriotik suatu tindakan soaial yang terlembaga seperti halnya pendidikan bisa di cari dasar-dasar pemikiran teoretik dibelakangnya. Sayang, dunia akademik di lingkungan Islam, seperti IAIN atau UIN, dan fakultas Tarbiyah belum menjadikan sejarah sebagai bahan dasar untuk menemukan data praktik dan dasar pemikiran kegiatan pendidikan Islam di masa awal perkembangan dan masa-masa modern. Dari sejarah ini akan terlihat bagaimana pendidikan dikalangan Islam terus di harapkan pada pilihan-pilihan prgmatis, teoretik, dan teologis yang tidak mudah.
Selanjutnya, dunia pendidikan Islam terus-menerus mengkritik pendidikan model lain sebagai sekular. Pada saat yang sama dunia pendidikan Islam tidak berdaya, kecuali harus menjadikan kerangka teoretik dan filosofi pendidikan sekular itu sebagai alasan pembenar berbagai pemikiran dan pratik pendidikan bagi pemeluk Islam. Studi Islam (Islamik Studies) dan pemikiran Islam pun bersikap kurang lebih serupa ketika menyatakan diri sebagai disiplin bebas dari intervensi pemikiran sekular, pada saat yang sama juga tidak berdaya kecuali memakai tesis-tesis bahkan juga pola pemikiran yang di cap sekular, helenis, dan tidak Islami itu sendiri.
Tentang Pendidikan Model Madrasah
Kata “Madrasah” berasal dari bahasa Arab, yang dalam kata Indonesia diterjemahkan “Sekolah”. Madrasah mengandung arti tempat atau wahana anak mengenyam proses pembelajaran. Maksudnya, anak menjalani proses belajar secara terarah, terpimpin dan terkendali dilembaga yang bernama Madrasah. Oleh karena itu, secara teknis digambarkan bahwa proses pembelajaran secara formal tidak berbeda dengan sekolah umum. Hanya secara kultural, terhadap konotasi spesifik yang dimiliki madrasah dan tidak dimiliki oleh sekolah umum. Oleh karena itu, dalam lembaga ini peserta didik memperoleh pengajaran tentang agama dan keagamaan sehingga dalam konteks ke-Indonesia madrasah di identikan dengan sekolah agama. Pengertian madrasah ini juga disebutkan dalam Undang-Undang sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 2 Tahun 1989, yakni madrasah adalah sekolah umum yang berciri khas Islam.
Pada dasarnya, sistem pendidikan madrasah merupakan produk kreativitas intelektual muslim dan agamawan sebagai bentuk pembaharuan atas lembaga pendidikan Islam yang ada sebelumnya. Tujuan agar dapat menjawab tantangan dan tuntutan yang makin kompleks, mendesak dan tidak dapat dihindari lagi. Era globalisaasi menuntut “Kemampuan Bersaing” dari Sumber DAya Manusia (SDM, yang dalam hal ini output madrasah. Oleh karena itu, perlu untuk dirumuskan visi madrash,yakni madrasah sebagai “sekolah plus” yang berkualitas, berkarakter, dan mandiri. Madrash plus adalah madrasah yang menyiapkan anak didik mampu dalam sains dan teknologi, namun tetap dengan identitas keIslamannya.
A. Malik Fadjar mengungkapkan, apapun perubahan-perubahan yang di inginkan adalahkebijakan-kebijakan yang mengembangkan madrash dengan mengakomodasi tiga kepentingan, yakni; Pertama, bagaimana kebijakan itu pada dasarnya harus memberi peluang ruang tumbuh yang wajar bagi aspirasi utama umat Islam. Dalam hal ini madrasah sebagai wahana untuk membina ruh dan praktik hidup secara Islami. Madrasah diharapakn dapat melahirkan generasi pelajar yang tafaqquh fi al-din dengan makna yang sebenarnya. Kedua, bagaimana kebijakan itu memperjelas dan memperkokoh keberadaan madrasah sebagai ajang membina warga negara yang cerdas, berpengetahuan, berkepribadian, serta produktif, sederajat dengan sistim sekolah yang lain. Ketiga, bagaimana itu bisa menjadikan madrasah dapat merespon tuntutan masa depan agar output-nya mampu melahirknan SDM yang memiliki kemampuan berkarya secar kreatif dalam memasuki era globalisasi, industrialisasi dan informasi.
Pertimbangan dalam pengembangan madrash tentu ada dua hal vital yang harus di pegang oleh sistem pendidikan madrash. Pertama, madrasah sebagai institusi pendidikan harus dikembalikan kepada dan untuk kepentinagn masyarakat. Interaksi-produktif madrasah dan masyarakat harus dibinasecara baik dan berkesinambungan ke arah tujuan yang disepakati bersama, yaitu mewujudkan diri sebagai School Based Community (Sekolah Berbasis Masyarakat). kedua, madrasah sebagai institusi pendidikan yang berprestasi sebagai pengawal jalannay integrasi keilmuandi dalam Islam. Arah akomodas-integratif antara ilmu agama dan umum, kemudian menjadikan pendidikan Islam, meminjam istilah Azyumardi Azra, sebagai Academic Excellene, yakni keunggulan bidang keilmuan. Pendidikan madrasah yang memiliki kompetensi Academic Excellene sedikitnya bisa dilihat dari kaidah bahwa semakin besar kemungkinan madrasah untuk menyampaikan lulusnya pada posisi-posisi strategis dalam masyarakat., maka semakin besar arus peserta didik untuk masuk ke madrasah itu.
hal terpenting dalam pembangunan Academic Excellene (Sebagai Orintasi Pembangunan Madrasah) didalam kepemimpinan dan proses pembelajaran adalah orientasi sistem layanan, pembangunan kultur sebagai jiwa yang memberikan kesadaran dan makna pendidikan, pembelajaran kolaboratif yang mendorong suasana kebersamaan dan saling mendukung serta dilakukan evaluasi berkesinambungan sehingga mampu membentuk civic culture dan social lesrning seperti yang diharapkan.
Kecenderungan dewasa ini memberikan nuansa positif bagi madrasah, yakni dikalangan kelas menengah muslim banyak yang memasukan anak-anaknya ke madrasah. Pilihan ini sungguh rasional karena sekolah ummum dinilai kurang memenuhi keinginan mereka. Madrasah, dengan adanya kecenderungan tersebut, harus mampu menawarkan diri, sebagai lembaga pendidikan alternatif sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat dengan pembenahan diri dealam kualitas secara internal. Hal itu untuk mewujudkan Academic Excellence dengan madrasah sebagai sekolah umum, plus ciri khas keislamannya. Oleh karena itu, semakin besar tuntutan akan mutu pendidikan, madrasah yang hanya berjalan ditempat dan denagan apa adanya serta tanpa disertaikomitmen dari elemen yang ada didalamnya terhadap mutu dan keunggulan, setahap demi setahap akan ditinggalkan orang. Dinamika ini bukan bertujuan untuk menyingkirkan salah satu instansi pendidikan, melainkan sebuah ajang kompetensi.
Tentang Pendidikan Model Asrama
Selanjutnya, untuk menciptakan pendidikan yang bertujuan membangun karakter anak bangsa yang tangguh, program membangun asrama siswa atau mahasiswa, setidaknya perlu untuk mendapat tanggapan. Dengan adanya asrama tersebut, para pencari ilmu ini akan memperoleh bimbingan dan pengawasan lebih intensif. ini bukan pengekangan, tetapi sebagai salah satu usaha membangun karakter manusia. Mengingat para siswa, khususnya mahasiswa sangat menjunjung tinggi apa yang mereka sebut idealisme.
Sebagaimana dikemukakan oleh pimpinan pondok putri Gontor beberapa waktu lalu ketika menjadi panelis pada diskusi ilmiah tentang pendidikan bersama dengan pakar pendidikan Prof. Dr. Djohar Effendi dan pemerhati pendidikan yang sekaligus sebagai penulis buku laris, Hernowo di University Center (UC) UGM. Menurutnya, dengan pembentukan asrama ini, bakat mereka juga akan terasa maksimal, serta diimbangi dengan nuansa yang lebih harmonis. Oleh karena itu, salah satu kelebihan asrama adalah terorganisasinya setiap kegiatan, dan ini sangat membantu anak didik dalam masa pancarobayan. Disamping itu, mereka akan lebih peka terhadap setiap pergerakan manusia disekitarnya karena mereka seolah mendapatkan keluarga batu. para pencari ilmu yang datang dari jauh atau bahkan dari luar daerah ternyata ada yang senasib sepenanggungan seperti mereka.
Semua sepakat bahwa sekarang merupakan arena kompetiei yang sangat keras, di samping itu karena memang sedang tumbuh-suburnya paham modernisasi, yang tidak hanya dalam pemikiran, tetapi juga dalam sikap dan perilaku. Fenomena ini tentunya akan berdampak terhadap pendidikan Islam. Dengan demikian, urgensi pembentukan asrama sangat menemukan tempatnya disini. Peta arah perkembangan pendidikan Islam pun akan bisa bermula dari sini pula.
Sekaligus dengan modernisasi, A. Qodry Azizy yang mengutip pendapat akbar S. Ahmed mengatakan, istilah modernisme ini biasanya diberi definisi dengan fase sejarah dunia yang paling akhir, yang di tandai dengan kepercayaan terhadap sains, perencanaan, sekularisme, dan kemajuan. Sementara itu, modernisasi merupakan suatu proses untuk menjadikan sesuatu itu menjadi modern. Menurut inkeles dan smith bahwa secara elemen esensial merupakan industrialisasi yang selalu dirasakan sebagai model kapitalis.
Dengan sedikit gambaran diatas, ternyata modernisasi yang berkembang sekarang sangat perlu untuk dibangun benteng agar peserta didik, baik siswa maupun mahasiswa tidak mudah terjebak dan masuk kedalamnya dengan tanda bekal, yang nantinya mereka akan terombang-ambing karenanya. Dengan demikian, pengoptimalan peran asrama, juja berfungsi sebagai salah satu cara membendung dampak negatif modernisasi itu agar tercipta generasi yang mampu memberi warna terhadap setiap perubahan jaman dan yang lebih penting mampu berperan untuk menjadi tumpuan kemajuan.
Saat ini masyarakat sedang mengalami perubahan dalam cara mereka memendang kehidupan. masyarakat sekarang berada dalam proses yang sekarang secara simultan ada pada mereka, yaitu globalisasi, indiviualisme,revolusi gender, pengangguran dan resiko global karena krisis lingkungan dan krisis moneter seperti yang bermula pada tahun 1997 kemarin, sebagaimana dikatakan H.A.R. Tillar. Dengan demikian, peran asrama juga bisa dijadikan salah satu pranata untuk menghalau dampak-dampak negatif tersebut.
Arah pendidikan Islam di Indonesia saat ini telah mengalami beberapa kemajuan, diantaranya dengan di berlakukannya UU Guru dan Dosen mulai 6 desember yang lalu. Hal ini menandakan diakuinya peranan pendidik, atau pendidikan pada umumnya. Diharapkan dengan ini mampu memajukan dunia pendidikan yang saat ini semakin banyak tantangannya. Pendidikan ditantang untuk mampu mengembangkan potensi anak didiknya agar mampu memberi manfaat lebih banyak kepada masyarakat.
Pendidikan Islam tidak hanya bertujuan untuk mengembangkan potensi individu menuju kebehagiaan masyarakat ataupun sebagai pewarisan kebudayaan dari generasi tua kepada generasi muda, tetapi pendidikan juga berpotensi untuk mendidik kedua aspek dalam diri manusia, yaitu jasmani dan ruhani. Dengan pendidikan jugalah manusia dibedakan dengan hewan. Hewan juga belajar, tetapi didasarkan pada insting, sedangkan bagi manusia, belajar merupakan rangkaian kegiatan pendewasaan guna menuju kehidupan yang lebih berarti.
Fenomena Sekolah “Plus”
Sekolah plus merupakan program pembelajaran yang bertujuan memberikan alternatif terhadap dinamika kependidikan di Indonesia pada umumnya. Pada bagian ini, sekolah-sekolah Islam juga ikut berperan dalam p0embangunannya. Justru, sekarang banyak sekolah Islam Plus yang lebih maju dari pada sekolah negeri.
Dinamika semacam ini sangat menarik untuk dijadikan telaah. Kelihatannya masyarakat sudah makin menganggap penting terhadap dunia pendidikan. Ada pola pikir dan pola sikap yang saat ini merasuk ke dada para orang tua. mereka sudah sampai pada keyakinan bahwa pendidikan harus di beriakn pada anak cucu mereka agar kelak menjadi lebih pandai dan lebih bahagia dari pada orang tua mereka. Setidaknya demikian yang ingin dicapai masyarakat indonesis saat ini, khusus untuk pendidikan Islam yang menggunakan label Plus. mereka sengaja memasukan beberapa materi tambahan terhadap kurikulumnya, diantaranya dengan program mengaji rutin, kenal alam, jalan-jalan wisata, dan diskusi terbuka.
Hal yang demikian ternyata sangat digemari anak didik sehingga perkembangan model pendidikan ini bukan tidak mungkin akan menjadi favorit di kemudian hari. Dengan demikian, dapat dibuat sedikit kesimpulan bahwa arah pendidikan sekarang sedang mengalami kemajuan di berbagai bidang karena tidak hanya berkecimpung pada wacana formalistik, tetapi juga membawa sugesti terhadap yang substantivistik. Hal ini tentunya sangat menggembirakan sebab di saat pergerakan dunia kearah kemajuan dan globalisasi yang tidak dapat di bendung arus pengaruhnya, negatif dan positif, ternyata pendidikan memberikan sumbangan yang sangat di perlukan.
Makin kuatnya budaya untuk mendapatkan pendidikan yang layak, patut mendapatkan dukungan dari banyak pihak, seperti masyarakat, orangtua dan peran pemerintah. Supaya kinerja yang ada dalam pendidikan ini tidak di monopoli oleh segelintir oknum, tetapi dirasakan oleh banyak kalangan, khususnya kalangan miskin yang selama ini didiskreditkan keberadaan mereka.
Dalam rangka mewujudkan Sekolah Plus, Humanisasi pendidikan merupakan hal yang niscaya untuk di aktualisasikan. Hingga kini konsepsi dasar pendidikan masih berkisar pada faktor mana yang paling signifikan bagi tumbuhnya kepribadian ideal diantara kondisi asli yang dibawa siswa sejak lahir dan lingkunga, dimana siswa itu tumbuh menjadi manusia dewasa. Sebagian pendapat menyatakan fokus pertama yang lebih menentukan sehingga paling berhasil pendidikan hanyalah mengembangkan lingkungan yang mendukung perkembangan kepribadian asli siswa yang memang mempunyai potensi ideal. Sebagian lain berpendapat sebaliknya bahwa pendidikan merupakan faktor utama pengembangan lingkungan kemana perkembangan kepribadian siswa diarahkan.
Walaupun terdapat sintesis dari kedua pandanga tersebut, namun masalah pokoknya tetap berada diantara kedua faktor, yaitu bawaan dan lingkungan. Tanpa harus mementingkan salah satu dari kedua faktor tersebut adalah penting bagi pendidikan dikembangkan sebagai sebuah proyeksi kemanusiaan karena pada akhirnya siswa harus mempertanggungjawabkan segala tindakanya di dalam kehidupan sosialnya. kekurang cermatan kebijakan pendidikan dalam memahami siswa sebagai manusia yang unik dan mandiri, serta harus secara pribadi mempertanggungjawabkan tindakannya, pendidikan akan berubah menjadi “Pemasungan” daya kreatif setiap individu.
Islam dan Semangat Berkarya
Seluruh agama dapat dikatakan sangat menekankan sikap disiplin, prestasi, dan jiwa karsa setiap penganutnya. Bahkan, sikap disiplin, misalnya, menjadi bagian integral dari keabsahaan ibadah-ibadah keagamaan yang pada gilirannya merupakan pilar dari agama itu sendiri. Dengan kata lain, tanpa pemenuhan disiplin yang telah ditetapkan dan hukum-hukum agama, maka ibadah yang dikerjakan setiap pemeluk agama menjadi tidak sah bahkan sia-sia. Dalam Islam, masalah disiplin, etos kerja, motivasi, dan prestasi menduduki peranan yang sangat penting.
Sebagaimana dikemukakan di atas, disiplin sangat di tekankan dalam ajaran Islam. Dapat dikatakan bahwa Islam adalah agama disiplin. Hampir seluruh ibadah dalam ajaran Islam mengandung unsur pengajaran dan latihan disiplin. Begitu juga dengan disiplin spiritual yang mendidik dan melatih batin (innerself) merupakan salah satu inti dari Islam. Disiplin ruhani ini membebaskan manusia dari penghambaan kepada dirinya sendiri yang bersumber dari hawa nafsu yang cenderung tidak terkendalikan terhadap godaan kehidupan manusia. Sebaliknya, ia menamakan dalam dirinya hasrat dan cinta hanya kepada Tuhannya. Sebagaimana firman Alloh SWT dalam al-Quran [6]: 162, “Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadahku, dan matiku hanya untuk Alloh Tuhan semesta alam”.
S elanjutnya adalah disiplin moral. Konsep Islam tentang moralitas berdasarkan pada konsep tauhid. Dalam konsepsi dan ajaran tauhid, Alloh Yang Mahatunggal adalah Pencipta, Tuhan sekalian alam. Tuhan adalah sumber sekaligus tujuan kehidupan karena prinsip moral Islam berdasarkan pada wahyu Alloh, maka mereka bersifat permanen. Oleh karena itu, Islam memilikik standar moralitas dengan karekternya yang khas. Islam tidak hanya mengajarkan ukuran moral, tetapi juga memberikan kesempatan kepada potensi yang dimiliki manusia untuk itu menentukan mana yang baik dan mana yang buruk. Potensi yang dimiliki manusia, yang dapat membantunya dalam memahami dan membenarkan norma moral Islam yang bersumbar dari wahyu Alloh itu termasuk akal dan kalbu (hati nurani).
Islam juga memberikan perhatian dan penekanan yang kuat kepada etos kerja (work ethics). Bahkan, dapat dikatakan Islam adalah agama yang menjunjung tinggi semangat bekerja keras. Dalam Islam setiap manusia di berikan kebebasan berusaha dan bekerja untuk kepentingan hidupnya dengan sebaik-baiknya. Akan tetapi, disamping menekankan hak dan kebebasan individ, Islam juga sangat menjunjung tinggi semangat kebersamaan (jamaah). Inilah kelebihan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam.
kekuatan Pemuda: Kesediaan untuk Belajar
Pemuda adalah aset bangsa yang tidak tergantikan. Keberadaannya indikasinya adanya penerus terhadap keberlangsungan kehidupan selanjutnya. Akan tetapi, apakah semua pemuda dapat di jadikan tumpuan dalam mewujudkan kemajuan dan kesejahteraan rakyat dan bangsa? Tentu kita akan menjawab tidak sebab ada juga pemuda yang justru menjadi duri dalam daging perjuangan menegakkan keadilan dan kedamaian.
Untuk menemukan pemuda yang bisa diandalkan, elemen yang bisa digunakan adalah melalui media pendidikan. Melalui pendidikan yang benar akan lahir generasi muda yan bisa menjadi pahlawan bagi rakyat dan bangsanya dikemudian hari. Akan tetapi, yang diperlukan oleh seorang pemuda adalah kemauan untuk terus bel;ajar dan berkarya, bukan hanya menunggu, bersikap pasif, dan berkhayal. Pemuda Islam yang berjiwa besar tidak pernah mempersoalkan secara berlebihan masalah peluang sejarah. Bagi mereka, kematangan pribadi adalah seperti modal dalam investasi. Seperti apapun baiknya peluang, hal itu tidak akan berguna kalau tidak memiliki modal. Peluang sejarah adalah ledakan keharmonisan dari kematangan yang terabaika. Seperti keharmonisan antara pedang dan keberanian dalam medan perang, antara kecerdasan dan pendidikan formal dalam dunia ilmu pengetahuan. Akan tetapi, jika kita harus memilih salah satunya, maka yang harus kita pilih adalah keberanian tanpa pedang dalam perang, atau kecerdasan tanpa pendidikan formal dalam wilayah ilmu.
Kesadaran semacam ini mempunyai dampak karakter yang sangat mendasar. Inilah yang harus dilakukan oleh generasi muda Islam. Komitmen mereka untuk meniti jalan terjal perjuangan membebaskan manusia dari keterbelakangan adalah syarat untuk menjadi seorang pahlawan. Oleh karena itu pahlawan mukmin sejati bukanlah pemimpi disidang bolong atau orang brerdosa dalam kebohongan dan ketidak berdayaan. Mereka adalah petani yang berdoa ditengah sawah, pedagang yang berdoa di pasar, petarung yang berdoa ditengah pecamuk perang. Sekali-sekali mereka menatap langit untuk menyegarkan ingatan pada misi mereka. Mereka menyeka keringat dan bekerja kembali.
Peran Pemuda dalam Mewujudkan Pendidikan Islam yang Revolusioner
Tantangan adalah stimulan kehidupan yang disediakan Alloh untuk merangsang munculnya semangat perubahan sekaligus nurani kepahlawanan dalam diri manusia. Orang-orang yang tidak memiliki nurani akan melihat tantangan sebagai beban berat, mereka menghindarinya dan dengan sukarela menerima posisi kehidupan yang tidak terhormat. bagi orang yang mempunyai nurani kepahlawanan akan mengatakan kepada tantangan tersebut: Ini untuk ku.
Pemuda Islam akan selalu berjuang untuk menjadikan tantangan sebagi motifasi demi kesejahteraan umat manusia. Dalam beragama mereka tidak memahaminya sebagai ritual belaka, melainkan sebuah kerja, sebuah aksi nyata. Tidak sedikit yang memahami agama merupakan ritual belaka, para digma harus segera di ubah karena agama tidak seperti itu. Abdul Malik Utsman dari CRSe (community for Religion and Social Engineering) Yogyakart, mengutip gagasan John D. Caputo, seorang intelektual yang berusaha memaknai agama dan kereligiusan dengan cara yang baru. Menurutnya, agama adalah cinta-kasih, dan kebijakan merupakan hal inti yang niscaya ada dalam agama sehingga seorang yang religius adalah orang yang memiliki sekaligus mengamalkan sikap ini. Korupsi, illegal logging, penjualan manusia, menaikan harga BBM, disaat banyak karya kecil terhimpit banyak kesusahan, merupakan beberapa ciri tidak adanya cinta-kasih dan kebajikan.
Moral Force atu gerakan moral cenderung jalan di tempat dan kurang greget karena gerakan ini hamnya berkutap pada permasalahan yang normatif. Dengan demikian, untuk menambah daya gedornya adalh dengan membingkai gerakan moral dan gerakan spiritual atau spiritual force menjadi satu kesatuan yang padu. Agama juga bukan dogma, lembaga, dan heararki kepemimpinan yang terkesan formal dan kaku. Agama adalah formasi antara saleh indifidu dan saleh sosial. Formulasi dua sikap ini akan mengejawantah dan menjadikan para pemeluk agama berpandangan sufistik-transformatif, yang tercermin dalam perilakunya sehari-hari.
ketika agama hanya diprediksikan denganketaatan ritual-simbolis saja, implikasinya adalah moral, mental, dan jiwa pemeluk agama akan beku dan kering. Agama harus di pahami dengan segala bentuk keuniversalannya dan nilai yang dikandungnya. Manakala pemahaman terhadap agama seperti ini, jiwa kemanisiaan pemeluknya akan berusaha memahami ajaran agamanya dan mengaktualisasikan dalam alam nyata. Mereka tidak hanya mempraktikan ketaatan ritualistik, tetapi juga bersemangat untuk melakukan transformasi kebaikan dalam kehidupannya.
Perlu diketahui bahwa berbagai konflik yang terjadi akhir-akhir ini, bukanlah karena faktor doktrinal melainkan problem yang bersifat praksis, yaitu problem kemanusiaan, seperti konflik sosial, kekuasaan, kemiskinan, ketidak adilan, perlakuan yang otoriter, pengekangan, dan diskriminasi. Pada konteks inni, gerakan moral saja tidak cukup sehingga diperlukan gerakan spiritual. Oleh karena itu, berbagai sikap di atas seoalh sudah menjadi kebiasaan dan menjadi idiologi kebanyakan masyarakat di negeri ini, baik yang dilakukan oleh rakyat, ataupun yang dilakukan oleh mereka yang mempunyai kekuasaan.
Agama merupakan pranata untuk menyempurnakan kemanusiaan manusia, dan pada waktu yang bersamaan berfungsi untuk mengangkat harkat dan derajat manusia. Dengan demikian, pemahaman yang komperhensif terhadap agama akan mampu membangun moral force yang tangguh dan compatible, sebagai salah satu syarat membangun bangsa yang telah sekian lama di himpit dan terjerumus dalam kemunduran.
Untuk membangun bangsa menuju kepada kemajuan dan kejayaan, tidak hanya menitik beratkan pada pembangunan “fisik”, tetapi ada yang lebih penting untuk di bangun, yaitu pembangunan kristal nilai dan rasa yang terdapat pada wilayah yang transenden. pendekatannya menggunakan pendekatan yang berorientasi pada wilayah spiritual.
Moral force selama ini cenderung bergumel pada tataran wacana sehingga kekerasan erosentrisme-imperialistik mulai mendapatkan tempatnya, meski dengan merambat namun pasti. Salah satu alat pencegahan kekerasan tersebut adalah dengan pemahaman yang serta pengamalan terhadap ajaran agama. Formulasi tersebut akan menjadikan agama sebagai barometer dalam berperilaku dan menjelma menjadi kearifan intertekstual. Hal ini menjadikan para pemeluk agama mampu mengeksplorasi makna transformatif dan universal yang terkandung dalam agama sebagai pijakan tidak dalam menjalani kehidupan dinegara dengan multi-etnis, multi-agama, dan multi-kepentingan ini. kemudian, kita pun menjadi salah satu aktor penting kemajuan negara ini, menjadi negara yang beradab, damai, dan berbudaya.
Dengan peradigma seperti ini, kita (pemuda) akan bisa berperan aktif dalam menyusun kerangka terbaik untuk dunia pendidikan Islam di negara ini, yang selama ini belum mampu mengentaskan rakyat dari tabir keterbelakangan pemuda seperti ini akan mampu melakukan revormasi dan menciptakan formulasi baru terhadap pendidikan Islam, dan menjadikannya sebagai jalan merengkuh pencerahan hidup dan kehidupan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar