Pendahuluan
Tanpa kemampuan dan kesediaan membuka diri untuk berdialog dengan
dunia ilmiah, pemikiran pendidikan Islam akan terus berhadapan dengan
dilema berkepanjangan. Bagaimanapun, pemikiran pendidikan Islam adalah
wilayah murni ilmiah sekaligus kultural. Ketertutupan pemikiran akan
menimbulkan anomali-anomali yang datang sahut-menyahut dengan setiap
dinamika yang berkembang. Jika demikian halnya, maka pendidikan Islam
yang secara ideologis sebenarnya mengajak kepada pengenalan terhadap
diri sendiri, kemudian menempatkan teori pendidikan yang lahir dari
kawasan Barat sebagai referensi utama. Mengambil referensi dari Barat
tidak berarti salah, tetapi apabila menjadikannya utama itu yang tidak
benar. Padahal nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam sangat
luar biasa karena didalamnya mencangkup pembahasan yang melangit
sekaligus membumi.
Saat ini dunia pendidikan Islam sedang menghadapi situasi yang
dilematis, yang melahirkan sikap ambivalensi dalam menyusun konsep
mengenai berbagai aspek pendidikan Islam, khususnya dasar kefilsafatan,
tujuan, metode, dan kurikulum. Pendidikan Islam yang ada terkesan kurang
memberi peluang pengembangan daya kritis dan kreativatas sebagai sikap
ilmiah. Pendidikan Islam dipandang hanya sebagai penataran utamanya
menerangkan tentang teori, tetapi miskin nyata.
Oleh karena itu, pemberdayaan dunia pendidikan islam saat ini
merupakan perihal yang niscaya adanya. Ditengah arus globalisasi yang
semakin trengginas ini, pendidikan islam diharapkan mampu menjadi jalan
alternatif. Disamping pendidikan Islam adalah sebagai bagian manusia
dalam menemukan siapa sesungguhnya diri atau pribadinya. Hal ini
sebagaimana yang dikatakan intelektual dan ulama dari mesir, Mohammad
al-Ghazali, Pendidikan Islam diharapkan mampu melaksanakan transformasi
nilai dalam rangka persosialisasi dalam masyarakat dan lingkungan.
Dengan pemberdayaan pendidikan Islam, umat Islam akan mampu
menjadikannya bekal untuk terus menuju kepada penyampurnaan dirinya,
yang darinya akan mampu digunakan untuk mengaruih kehidupan dengan
segala pernik dan dinamikanya. Disamping itu, pendidikan Islam ini
nantinya akan mampu berperan besar ketika berhadapan dengan masyarakat
yang majemuk, termasuk di Indonesia.
Untuk bahasa lebih jauh tentang pendidikan Isalam, ada baiknya kita
mencoba melayani apa pendidikan itu. Pendidikan Islam sendiri mempunyai
banyak penafsiran, diantaranya diungkapkan Ahmad D. Marimba. Dia
menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani-rohani
berdasarkan hukum agama Islam menuju pada terbentuknya kepribadian utama
menurut ukuran Islam. Sementara itu, Syahminan Zaini dalam bukunya,
prinsip-prinsip dasar konsepsi pendidikan Islam, menyatakan bahwa
definisi pendidikan Isalam adalah usaha mengembangkan fitrah manusia
dengan ajaran Islam agar terwujud kehidupan manusia yang makmur dan
bahagia. Muhammad Athiyah al-Abrasyi juga memberikan pengertian yang
berbeda terkait dengan pendidikan Islam. Menurutnya, pendidikan Isalam
(al-tarbiyah al-Islamiyah) adalah untuk mempersiapkan manusia supaya
hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, tegap
jasmaninya, sempurna budi pekertinya (akhlaknya), teratur pikirannya,
halus perasaannya, mahir dalam pekerjaannya, dan manis tutur katanya,
baik dengan lisan maupun tulisan.
Sikap terhsdap Perkembangan Pendidikan di Indonesia
Pendidikan merupakan pranata dalam kehidupan manusia untuk menemukan
siapa dirinya atau eksistensinya. Dengan pendidikan ini, diharapkan ada
kemajuan yang di capai manusia pada kelangsungan kehidupannya. Kemudian,
untuk salah satu fenomenanya yang seharusnya di jawab dalam
keberlangsungan ini adalah dengan mencoba menghapus dinamika
perkembangannya. Sudah jadi wacana umum bahwa dinamika pendidikan kita
telah menjadi sesuatu yang menarik untuk selalu dikaji dan ditelaah
terus-menerus.
Melihat fenomena diatas, tidak cukup hanya dengan retorika, harus ada
yang dijadikan patokan untuk mewujudkan Indonesia menjadi negara yang
rakyatnya cerdas dan makmur. Adapun untuk mewujudkannya, bisa dengan
menggunakan pendekatan yang berbeda, termasuk bagaimana proses atau
penangananny. Proses ini akan memakan waktu yang tidak sebentar. Hal ini
dikarenakan pergerakan manusia Indonesia yang sangat beragam, ditambah
dengan perkembangan dunia dewasa ini.
Arah baru pendidikan untuk Indonesia diharapkan mampu menjawab setiap
persoalan yang menghimpit. Arah ini adalah semacam cermin atau harapan
terhadap pendidikan yang berkembang di Indonesia, termasuk pendidikan
Islam. Pendidikan Islam sendiri merupakan pendidikan yang
menitikberatkan kepada pembentukan moral yang mewujud prilaku dalam
keseharian denagan dampaknya yang baik.
Para pemerhati pendidikan Islam saat ini sedang berfikir keras agar
Pendidikan Islam di Indonesia mampu menjadikan pendidikan sebagai salah
satu solusi dari kemelut yang di hadapi bangsa ini. Mereka banyak
melakukan eksperimen untuk mengimplementasikan berbagai gagasan
tersebut. Dari hasil perenungan dan eksperimen mereka, Lahirlah gagasan
untuk melakukan reformasi sekaligys reformulasi terhadap dunia
pendidikan Islam di Indonesia. Gagasan tersebut adalahdengan
mengintegrasiakan semua nilai-nilai keilmuan dalam pendidikan, dan
diharapkan output-nya nanti berupa generasi yang selalu tanggap terhadap
persoalan dan fenomena yang sedang di hadapi bangsa ini.
Harapan terhadap Pendidikan Islam datang dari para pemerhati dan
intelektual muslim. Seperti Seyyed Hossein Nasr yang meyakini keharusan
adanya sistem pendidikan yng melahirkan filsuf, ulama, dan intelektual
sebagaimana pada abad-abadpertama sesudah masa kenabian Muhammad SAW.
Fazlur Rahman juga secara lebih eksplisit menjelaskan perkembangan
praktek pendidikan berpola di kalangan komunitas pemeluk Islam hingga
pada masa dikalangan pemeluk Islam dikenal sebagai jaman keemasan. Namun
demikaian, baik Nasr atau Rahman tidak menyinggung perkembangan
konseptual pendidikan bagi pemeluk, khususnya elite muslim. Akan tetapi,
harapan yang tergambar dalam argumentasi dua tokoh diatas perlu
diapresiasi sebagai bahan untuk membuat formula baru pendidikan Islam.
Secara teriotik suatu tindakan soaial yang terlembaga seperti halnya
pendidikan bisa di cari dasar-dasar pemikiran teoretik dibelakangnya.
Sayang, dunia akademik di lingkungan Islam, seperti IAIN atau UIN, dan
fakultas Tarbiyah belum menjadikan sejarah sebagai bahan dasar untuk
menemukan data praktik dan dasar pemikiran kegiatan pendidikan Islam di
masa awal perkembangan dan masa-masa modern. Dari sejarah ini akan
terlihat bagaimana pendidikan dikalangan Islam terus di harapkan pada
pilihan-pilihan prgmatis, teoretik, dan teologis yang tidak mudah.
Selanjutnya, dunia pendidikan Islam terus-menerus mengkritik
pendidikan model lain sebagai sekular. Pada saat yang sama dunia
pendidikan Islam tidak berdaya, kecuali harus menjadikan kerangka
teoretik dan filosofi pendidikan sekular itu sebagai alasan pembenar
berbagai pemikiran dan pratik pendidikan bagi pemeluk Islam. Studi Islam
(Islamik Studies) dan pemikiran Islam pun bersikap kurang lebih serupa
ketika menyatakan diri sebagai disiplin bebas dari intervensi pemikiran
sekular, pada saat yang sama juga tidak berdaya kecuali memakai
tesis-tesis bahkan juga pola pemikiran yang di cap sekular, helenis, dan
tidak Islami itu sendiri.
Tentang Pendidikan Model Madrasah
Kata “Madrasah” berasal dari bahasa Arab, yang dalam kata Indonesia
diterjemahkan “Sekolah”. Madrasah mengandung arti tempat atau wahana
anak mengenyam proses pembelajaran. Maksudnya, anak menjalani proses
belajar secara terarah, terpimpin dan terkendali dilembaga yang bernama
Madrasah. Oleh karena itu, secara teknis digambarkan bahwa proses
pembelajaran secara formal tidak berbeda dengan sekolah umum. Hanya
secara kultural, terhadap konotasi spesifik yang dimiliki madrasah dan
tidak dimiliki oleh sekolah umum. Oleh karena itu, dalam lembaga ini
peserta didik memperoleh pengajaran tentang agama dan keagamaan sehingga
dalam konteks ke-Indonesia madrasah di identikan dengan sekolah agama.
Pengertian madrasah ini juga disebutkan dalam Undang-Undang sistem
Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 2 Tahun 1989, yakni madrasah adalah
sekolah umum yang berciri khas Islam.
Pada dasarnya, sistem pendidikan madrasah merupakan produk
kreativitas intelektual muslim dan agamawan sebagai bentuk pembaharuan
atas lembaga pendidikan Islam yang ada sebelumnya. Tujuan agar dapat
menjawab tantangan dan tuntutan yang makin kompleks, mendesak dan tidak
dapat dihindari lagi. Era globalisaasi menuntut “Kemampuan Bersaing”
dari Sumber DAya Manusia (SDM, yang dalam hal ini output madrasah. Oleh
karena itu, perlu untuk dirumuskan visi madrash,yakni madrasah sebagai
“sekolah plus” yang berkualitas, berkarakter, dan mandiri. Madrash plus
adalah madrasah yang menyiapkan anak didik mampu dalam sains dan
teknologi, namun tetap dengan identitas keIslamannya.
A. Malik Fadjar mengungkapkan, apapun perubahan-perubahan yang di
inginkan adalahkebijakan-kebijakan yang mengembangkan madrash dengan
mengakomodasi tiga kepentingan, yakni; Pertama, bagaimana kebijakan itu
pada dasarnya harus memberi peluang ruang tumbuh yang wajar bagi
aspirasi utama umat Islam. Dalam hal ini madrasah sebagai wahana untuk
membina ruh dan praktik hidup secara Islami. Madrasah diharapakn dapat
melahirkan generasi pelajar yang tafaqquh fi al-din dengan makna yang
sebenarnya. Kedua, bagaimana kebijakan itu memperjelas dan memperkokoh
keberadaan madrasah sebagai ajang membina warga negara yang cerdas,
berpengetahuan, berkepribadian, serta produktif, sederajat dengan sistim
sekolah yang lain. Ketiga, bagaimana itu bisa menjadikan madrasah dapat
merespon tuntutan masa depan agar output-nya mampu melahirknan SDM yang
memiliki kemampuan berkarya secar kreatif dalam memasuki era
globalisasi, industrialisasi dan informasi.
Pertimbangan dalam pengembangan madrash tentu ada dua hal vital yang
harus di pegang oleh sistem pendidikan madrash. Pertama, madrasah
sebagai institusi pendidikan harus dikembalikan kepada dan untuk
kepentinagn masyarakat. Interaksi-produktif madrasah dan masyarakat
harus dibinasecara baik dan berkesinambungan ke arah tujuan yang
disepakati bersama, yaitu mewujudkan diri sebagai School Based Community
(Sekolah Berbasis Masyarakat). kedua, madrasah sebagai institusi
pendidikan yang berprestasi sebagai pengawal jalannay integrasi
keilmuandi dalam Islam. Arah akomodas-integratif antara ilmu agama dan
umum, kemudian menjadikan pendidikan Islam, meminjam istilah Azyumardi
Azra, sebagai Academic Excellene, yakni keunggulan bidang keilmuan.
Pendidikan madrasah yang memiliki kompetensi Academic Excellene
sedikitnya bisa dilihat dari kaidah bahwa semakin besar kemungkinan
madrasah untuk menyampaikan lulusnya pada posisi-posisi strategis dalam
masyarakat., maka semakin besar arus peserta didik untuk masuk ke
madrasah itu.
hal terpenting dalam pembangunan Academic Excellene (Sebagai Orintasi
Pembangunan Madrasah) didalam kepemimpinan dan proses pembelajaran
adalah orientasi sistem layanan, pembangunan kultur sebagai jiwa yang
memberikan kesadaran dan makna pendidikan, pembelajaran kolaboratif yang
mendorong suasana kebersamaan dan saling mendukung serta dilakukan
evaluasi berkesinambungan sehingga mampu membentuk civic culture dan
social lesrning seperti yang diharapkan.
Kecenderungan dewasa ini memberikan nuansa positif bagi madrasah,
yakni dikalangan kelas menengah muslim banyak yang memasukan
anak-anaknya ke madrasah. Pilihan ini sungguh rasional karena sekolah
ummum dinilai kurang memenuhi keinginan mereka. Madrasah, dengan adanya
kecenderungan tersebut, harus mampu menawarkan diri, sebagai lembaga
pendidikan alternatif sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat
dengan pembenahan diri dealam kualitas secara internal. Hal itu untuk
mewujudkan Academic Excellence dengan madrasah sebagai sekolah umum,
plus ciri khas keislamannya. Oleh karena itu, semakin besar tuntutan
akan mutu pendidikan, madrasah yang hanya berjalan ditempat dan denagan
apa adanya serta tanpa disertaikomitmen dari elemen yang ada didalamnya
terhadap mutu dan keunggulan, setahap demi setahap akan ditinggalkan
orang. Dinamika ini bukan bertujuan untuk menyingkirkan salah satu
instansi pendidikan, melainkan sebuah ajang kompetensi.
Tentang Pendidikan Model Asrama
Selanjutnya, untuk menciptakan pendidikan yang bertujuan membangun
karakter anak bangsa yang tangguh, program membangun asrama siswa atau
mahasiswa, setidaknya perlu untuk mendapat tanggapan. Dengan adanya
asrama tersebut, para pencari ilmu ini akan memperoleh bimbingan dan
pengawasan lebih intensif. ini bukan pengekangan, tetapi sebagai salah
satu usaha membangun karakter manusia. Mengingat para siswa, khususnya
mahasiswa sangat menjunjung tinggi apa yang mereka sebut idealisme.
Sebagaimana dikemukakan oleh pimpinan pondok putri Gontor beberapa
waktu lalu ketika menjadi panelis pada diskusi ilmiah tentang pendidikan
bersama dengan pakar pendidikan Prof. Dr. Djohar Effendi dan pemerhati
pendidikan yang sekaligus sebagai penulis buku laris, Hernowo di
University Center (UC) UGM. Menurutnya, dengan pembentukan asrama ini,
bakat mereka juga akan terasa maksimal, serta diimbangi dengan nuansa
yang lebih harmonis. Oleh karena itu, salah satu kelebihan asrama adalah
terorganisasinya setiap kegiatan, dan ini sangat membantu anak didik
dalam masa pancarobayan. Disamping itu, mereka akan lebih peka terhadap
setiap pergerakan manusia disekitarnya karena mereka seolah mendapatkan
keluarga batu. para pencari ilmu yang datang dari jauh atau bahkan dari
luar daerah ternyata ada yang senasib sepenanggungan seperti mereka.
Semua sepakat bahwa sekarang merupakan arena kompetiei yang sangat
keras, di samping itu karena memang sedang tumbuh-suburnya paham
modernisasi, yang tidak hanya dalam pemikiran, tetapi juga dalam sikap
dan perilaku. Fenomena ini tentunya akan berdampak terhadap pendidikan
Islam. Dengan demikian, urgensi pembentukan asrama sangat menemukan
tempatnya disini. Peta arah perkembangan pendidikan Islam pun akan bisa
bermula dari sini pula.
Sekaligus dengan modernisasi, A. Qodry Azizy yang mengutip pendapat
akbar S. Ahmed mengatakan, istilah modernisme ini biasanya diberi
definisi dengan fase sejarah dunia yang paling akhir, yang di tandai
dengan kepercayaan terhadap sains, perencanaan, sekularisme, dan
kemajuan. Sementara itu, modernisasi merupakan suatu proses untuk
menjadikan sesuatu itu menjadi modern. Menurut inkeles dan smith bahwa
secara elemen esensial merupakan industrialisasi yang selalu dirasakan
sebagai model kapitalis.
Dengan sedikit gambaran diatas, ternyata modernisasi yang berkembang
sekarang sangat perlu untuk dibangun benteng agar peserta didik, baik
siswa maupun mahasiswa tidak mudah terjebak dan masuk kedalamnya dengan
tanda bekal, yang nantinya mereka akan terombang-ambing karenanya.
Dengan demikian, pengoptimalan peran asrama, juja berfungsi sebagai
salah satu cara membendung dampak negatif modernisasi itu agar tercipta
generasi yang mampu memberi warna terhadap setiap perubahan jaman dan
yang lebih penting mampu berperan untuk menjadi tumpuan kemajuan.
Saat ini masyarakat sedang mengalami perubahan dalam cara mereka
memendang kehidupan. masyarakat sekarang berada dalam proses yang
sekarang secara simultan ada pada mereka, yaitu globalisasi,
indiviualisme,revolusi gender, pengangguran dan resiko global karena
krisis lingkungan dan krisis moneter seperti yang bermula pada tahun
1997 kemarin, sebagaimana dikatakan H.A.R. Tillar. Dengan demikian,
peran asrama juga bisa dijadikan salah satu pranata untuk menghalau
dampak-dampak negatif tersebut.
Arah pendidikan Islam di Indonesia saat ini telah mengalami beberapa
kemajuan, diantaranya dengan di berlakukannya UU Guru dan Dosen mulai 6
desember yang lalu. Hal ini menandakan diakuinya peranan pendidik, atau
pendidikan pada umumnya. Diharapkan dengan ini mampu memajukan dunia
pendidikan yang saat ini semakin banyak tantangannya. Pendidikan
ditantang untuk mampu mengembangkan potensi anak didiknya agar mampu
memberi manfaat lebih banyak kepada masyarakat.
Pendidikan Islam tidak hanya bertujuan untuk mengembangkan potensi
individu menuju kebehagiaan masyarakat ataupun sebagai pewarisan
kebudayaan dari generasi tua kepada generasi muda, tetapi pendidikan
juga berpotensi untuk mendidik kedua aspek dalam diri manusia, yaitu
jasmani dan ruhani. Dengan pendidikan jugalah manusia dibedakan dengan
hewan. Hewan juga belajar, tetapi didasarkan pada insting, sedangkan
bagi manusia, belajar merupakan rangkaian kegiatan pendewasaan guna
menuju kehidupan yang lebih berarti.
Fenomena Sekolah “Plus”
Sekolah plus merupakan program pembelajaran yang bertujuan memberikan
alternatif terhadap dinamika kependidikan di Indonesia pada umumnya.
Pada bagian ini, sekolah-sekolah Islam juga ikut berperan dalam
p0embangunannya. Justru, sekarang banyak sekolah Islam Plus yang lebih
maju dari pada sekolah negeri.
Dinamika semacam ini sangat menarik untuk dijadikan telaah.
Kelihatannya masyarakat sudah makin menganggap penting terhadap dunia
pendidikan. Ada pola pikir dan pola sikap yang saat ini merasuk ke dada
para orang tua. mereka sudah sampai pada keyakinan bahwa pendidikan
harus di beriakn pada anak cucu mereka agar kelak menjadi lebih pandai
dan lebih bahagia dari pada orang tua mereka. Setidaknya demikian yang
ingin dicapai masyarakat indonesis saat ini, khusus untuk pendidikan
Islam yang menggunakan label Plus. mereka sengaja memasukan beberapa
materi tambahan terhadap kurikulumnya, diantaranya dengan program
mengaji rutin, kenal alam, jalan-jalan wisata, dan diskusi terbuka.
Hal yang demikian ternyata sangat digemari anak didik sehingga
perkembangan model pendidikan ini bukan tidak mungkin akan menjadi
favorit di kemudian hari. Dengan demikian, dapat dibuat sedikit
kesimpulan bahwa arah pendidikan sekarang sedang mengalami kemajuan di
berbagai bidang karena tidak hanya berkecimpung pada wacana formalistik,
tetapi juga membawa sugesti terhadap yang substantivistik. Hal ini
tentunya sangat menggembirakan sebab di saat pergerakan dunia kearah
kemajuan dan globalisasi yang tidak dapat di bendung arus pengaruhnya,
negatif dan positif, ternyata pendidikan memberikan sumbangan yang
sangat di perlukan.
Makin kuatnya budaya untuk mendapatkan pendidikan yang layak, patut
mendapatkan dukungan dari banyak pihak, seperti masyarakat, orangtua dan
peran pemerintah. Supaya kinerja yang ada dalam pendidikan ini tidak di
monopoli oleh segelintir oknum, tetapi dirasakan oleh banyak kalangan,
khususnya kalangan miskin yang selama ini didiskreditkan keberadaan
mereka.
Dalam rangka mewujudkan Sekolah Plus, Humanisasi pendidikan merupakan
hal yang niscaya untuk di aktualisasikan. Hingga kini konsepsi dasar
pendidikan masih berkisar pada faktor mana yang paling signifikan bagi
tumbuhnya kepribadian ideal diantara kondisi asli yang dibawa siswa
sejak lahir dan lingkunga, dimana siswa itu tumbuh menjadi manusia
dewasa. Sebagian pendapat menyatakan fokus pertama yang lebih menentukan
sehingga paling berhasil pendidikan hanyalah mengembangkan lingkungan
yang mendukung perkembangan kepribadian asli siswa yang memang mempunyai
potensi ideal. Sebagian lain berpendapat sebaliknya bahwa pendidikan
merupakan faktor utama pengembangan lingkungan kemana perkembangan
kepribadian siswa diarahkan.
Walaupun terdapat sintesis dari kedua pandanga tersebut, namun
masalah pokoknya tetap berada diantara kedua faktor, yaitu bawaan dan
lingkungan. Tanpa harus mementingkan salah satu dari kedua faktor
tersebut adalah penting bagi pendidikan dikembangkan sebagai sebuah
proyeksi kemanusiaan karena pada akhirnya siswa harus
mempertanggungjawabkan segala tindakanya di dalam kehidupan sosialnya.
kekurang cermatan kebijakan pendidikan dalam memahami siswa sebagai
manusia yang unik dan mandiri, serta harus secara pribadi
mempertanggungjawabkan tindakannya, pendidikan akan berubah menjadi
“Pemasungan” daya kreatif setiap individu.
Islam dan Semangat Berkarya
Seluruh agama dapat dikatakan sangat menekankan sikap disiplin,
prestasi, dan jiwa karsa setiap penganutnya. Bahkan, sikap disiplin,
misalnya, menjadi bagian integral dari keabsahaan ibadah-ibadah
keagamaan yang pada gilirannya merupakan pilar dari agama itu sendiri.
Dengan kata lain, tanpa pemenuhan disiplin yang telah ditetapkan dan
hukum-hukum agama, maka ibadah yang dikerjakan setiap pemeluk agama
menjadi tidak sah bahkan sia-sia. Dalam Islam, masalah disiplin, etos
kerja, motivasi, dan prestasi menduduki peranan yang sangat penting.
Sebagaimana dikemukakan di atas, disiplin sangat di tekankan dalam
ajaran Islam. Dapat dikatakan bahwa Islam adalah agama disiplin. Hampir
seluruh ibadah dalam ajaran Islam mengandung unsur pengajaran dan
latihan disiplin. Begitu juga dengan disiplin spiritual yang mendidik
dan melatih batin (innerself) merupakan salah satu inti dari Islam.
Disiplin ruhani ini membebaskan manusia dari penghambaan kepada dirinya
sendiri yang bersumber dari hawa nafsu yang cenderung tidak
terkendalikan terhadap godaan kehidupan manusia. Sebaliknya, ia
menamakan dalam dirinya hasrat dan cinta hanya kepada Tuhannya.
Sebagaimana firman Alloh SWT dalam al-Quran [6]: 162, “Katakanlah:
Sesungguhnya shalatku, ibadahku, dan matiku hanya untuk Alloh Tuhan
semesta alam”.
S elanjutnya adalah disiplin moral. Konsep Islam tentang moralitas
berdasarkan pada konsep tauhid. Dalam konsepsi dan ajaran tauhid, Alloh
Yang Mahatunggal adalah Pencipta, Tuhan sekalian alam. Tuhan adalah
sumber sekaligus tujuan kehidupan karena prinsip moral Islam berdasarkan
pada wahyu Alloh, maka mereka bersifat permanen. Oleh karena itu, Islam
memilikik standar moralitas dengan karekternya yang khas. Islam tidak
hanya mengajarkan ukuran moral, tetapi juga memberikan kesempatan kepada
potensi yang dimiliki manusia untuk itu menentukan mana yang baik dan
mana yang buruk. Potensi yang dimiliki manusia, yang dapat membantunya
dalam memahami dan membenarkan norma moral Islam yang bersumbar dari
wahyu Alloh itu termasuk akal dan kalbu (hati nurani).
Islam juga memberikan perhatian dan penekanan yang kuat kepada etos
kerja (work ethics). Bahkan, dapat dikatakan Islam adalah agama yang
menjunjung tinggi semangat bekerja keras. Dalam Islam setiap manusia di
berikan kebebasan berusaha dan bekerja untuk kepentingan hidupnya dengan
sebaik-baiknya. Akan tetapi, disamping menekankan hak dan kebebasan
individ, Islam juga sangat menjunjung tinggi semangat kebersamaan
(jamaah). Inilah kelebihan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran
Islam.
kekuatan Pemuda: Kesediaan untuk Belajar
Pemuda adalah aset bangsa yang tidak tergantikan. Keberadaannya
indikasinya adanya penerus terhadap keberlangsungan kehidupan
selanjutnya. Akan tetapi, apakah semua pemuda dapat di jadikan tumpuan
dalam mewujudkan kemajuan dan kesejahteraan rakyat dan bangsa? Tentu
kita akan menjawab tidak sebab ada juga pemuda yang justru menjadi duri
dalam daging perjuangan menegakkan keadilan dan kedamaian.
Untuk menemukan pemuda yang bisa diandalkan, elemen yang bisa
digunakan adalah melalui media pendidikan. Melalui pendidikan yang benar
akan lahir generasi muda yan bisa menjadi pahlawan bagi rakyat dan
bangsanya dikemudian hari. Akan tetapi, yang diperlukan oleh seorang
pemuda adalah kemauan untuk terus bel;ajar dan berkarya, bukan hanya
menunggu, bersikap pasif, dan berkhayal. Pemuda Islam yang berjiwa besar
tidak pernah mempersoalkan secara berlebihan masalah peluang sejarah.
Bagi mereka, kematangan pribadi adalah seperti modal dalam investasi.
Seperti apapun baiknya peluang, hal itu tidak akan berguna kalau tidak
memiliki modal. Peluang sejarah adalah ledakan keharmonisan dari
kematangan yang terabaika. Seperti keharmonisan antara pedang dan
keberanian dalam medan perang, antara kecerdasan dan pendidikan formal
dalam dunia ilmu pengetahuan. Akan tetapi, jika kita harus memilih salah
satunya, maka yang harus kita pilih adalah keberanian tanpa pedang
dalam perang, atau kecerdasan tanpa pendidikan formal dalam wilayah
ilmu.
Kesadaran semacam ini mempunyai dampak karakter yang sangat mendasar.
Inilah yang harus dilakukan oleh generasi muda Islam. Komitmen mereka
untuk meniti jalan terjal perjuangan membebaskan manusia dari
keterbelakangan adalah syarat untuk menjadi seorang pahlawan. Oleh
karena itu pahlawan mukmin sejati bukanlah pemimpi disidang bolong atau
orang brerdosa dalam kebohongan dan ketidak berdayaan. Mereka adalah
petani yang berdoa ditengah sawah, pedagang yang berdoa di pasar,
petarung yang berdoa ditengah pecamuk perang. Sekali-sekali mereka
menatap langit untuk menyegarkan ingatan pada misi mereka. Mereka
menyeka keringat dan bekerja kembali.
Peran Pemuda dalam Mewujudkan Pendidikan Islam yang Revolusioner
Tantangan adalah stimulan kehidupan yang disediakan Alloh untuk
merangsang munculnya semangat perubahan sekaligus nurani kepahlawanan
dalam diri manusia. Orang-orang yang tidak memiliki nurani akan melihat
tantangan sebagai beban berat, mereka menghindarinya dan dengan sukarela
menerima posisi kehidupan yang tidak terhormat. bagi orang yang
mempunyai nurani kepahlawanan akan mengatakan kepada tantangan tersebut:
Ini untuk ku.
Pemuda Islam akan selalu berjuang untuk menjadikan tantangan sebagi
motifasi demi kesejahteraan umat manusia. Dalam beragama mereka tidak
memahaminya sebagai ritual belaka, melainkan sebuah kerja, sebuah aksi
nyata. Tidak sedikit yang memahami agama merupakan ritual belaka, para
digma harus segera di ubah karena agama tidak seperti itu. Abdul Malik
Utsman dari CRSe (community for Religion and Social Engineering)
Yogyakart, mengutip gagasan John D. Caputo, seorang intelektual yang
berusaha memaknai agama dan kereligiusan dengan cara yang baru.
Menurutnya, agama adalah cinta-kasih, dan kebijakan merupakan hal inti
yang niscaya ada dalam agama sehingga seorang yang religius adalah orang
yang memiliki sekaligus mengamalkan sikap ini. Korupsi, illegal
logging, penjualan manusia, menaikan harga BBM, disaat banyak karya
kecil terhimpit banyak kesusahan, merupakan beberapa ciri tidak adanya
cinta-kasih dan kebajikan.
Moral Force atu gerakan moral cenderung jalan di tempat dan kurang
greget karena gerakan ini hamnya berkutap pada permasalahan yang
normatif. Dengan demikian, untuk menambah daya gedornya adalh dengan
membingkai gerakan moral dan gerakan spiritual atau spiritual force
menjadi satu kesatuan yang padu. Agama juga bukan dogma, lembaga, dan
heararki kepemimpinan yang terkesan formal dan kaku. Agama adalah
formasi antara saleh indifidu dan saleh sosial. Formulasi dua sikap ini
akan mengejawantah dan menjadikan para pemeluk agama berpandangan
sufistik-transformatif, yang tercermin dalam perilakunya sehari-hari.
ketika agama hanya diprediksikan denganketaatan ritual-simbolis saja,
implikasinya adalah moral, mental, dan jiwa pemeluk agama akan beku dan
kering. Agama harus di pahami dengan segala bentuk keuniversalannya dan
nilai yang dikandungnya. Manakala pemahaman terhadap agama seperti ini,
jiwa kemanisiaan pemeluknya akan berusaha memahami ajaran agamanya dan
mengaktualisasikan dalam alam nyata. Mereka tidak hanya mempraktikan
ketaatan ritualistik, tetapi juga bersemangat untuk melakukan
transformasi kebaikan dalam kehidupannya.
Perlu diketahui bahwa berbagai konflik yang terjadi akhir-akhir ini,
bukanlah karena faktor doktrinal melainkan problem yang bersifat
praksis, yaitu problem kemanusiaan, seperti konflik sosial, kekuasaan,
kemiskinan, ketidak adilan, perlakuan yang otoriter, pengekangan, dan
diskriminasi. Pada konteks inni, gerakan moral saja tidak cukup sehingga
diperlukan gerakan spiritual. Oleh karena itu, berbagai sikap di atas
seoalh sudah menjadi kebiasaan dan menjadi idiologi kebanyakan
masyarakat di negeri ini, baik yang dilakukan oleh rakyat, ataupun yang
dilakukan oleh mereka yang mempunyai kekuasaan.
Agama merupakan pranata untuk menyempurnakan kemanusiaan manusia, dan
pada waktu yang bersamaan berfungsi untuk mengangkat harkat dan derajat
manusia. Dengan demikian, pemahaman yang komperhensif terhadap agama
akan mampu membangun moral force yang tangguh dan compatible, sebagai
salah satu syarat membangun bangsa yang telah sekian lama di himpit dan
terjerumus dalam kemunduran.
Untuk membangun bangsa menuju kepada kemajuan dan kejayaan, tidak
hanya menitik beratkan pada pembangunan “fisik”, tetapi ada yang lebih
penting untuk di bangun, yaitu pembangunan kristal nilai dan rasa yang
terdapat pada wilayah yang transenden. pendekatannya menggunakan
pendekatan yang berorientasi pada wilayah spiritual.
Moral force selama ini cenderung bergumel pada tataran wacana
sehingga kekerasan erosentrisme-imperialistik mulai mendapatkan
tempatnya, meski dengan merambat namun pasti. Salah satu alat pencegahan
kekerasan tersebut adalah dengan pemahaman yang serta pengamalan
terhadap ajaran agama. Formulasi tersebut akan menjadikan agama sebagai
barometer dalam berperilaku dan menjelma menjadi kearifan intertekstual.
Hal ini menjadikan para pemeluk agama mampu mengeksplorasi makna
transformatif dan universal yang terkandung dalam agama sebagai pijakan
tidak dalam menjalani kehidupan dinegara dengan multi-etnis,
multi-agama, dan multi-kepentingan ini. kemudian, kita pun menjadi salah
satu aktor penting kemajuan negara ini, menjadi negara yang beradab,
damai, dan berbudaya.
Dengan peradigma seperti ini, kita (pemuda) akan bisa berperan aktif
dalam menyusun kerangka terbaik untuk dunia pendidikan Islam di negara
ini, yang selama ini belum mampu mengentaskan rakyat dari tabir
keterbelakangan pemuda seperti ini akan mampu melakukan revormasi dan
menciptakan formulasi baru terhadap pendidikan Islam, dan menjadikannya
sebagai jalan merengkuh pencerahan hidup dan kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar