Rabu, 03 Desember 2014

Telaah Pendidikan Agama dan Pendidikan Budi Pekerti Tingkat SD/MI



A.    Pengertian Telaah Pendidikan Agama dan Pendidikan Budi Pekerti Tingkat SD/MI
Telaah adalah penyelidikan; kajian; pemeriksaan; penelitian.[1] Kurikulum adalah rencana tertulis tentang kemampuan yang harus dimiliki berdasarkan standar nasional, materi yang perlu dipelajari dan pengalaman belajar yang harus dijalani untuk mencapai kemampuan tersebut dan evaluasi yang perlu pencapaian kemampuan peserta didik, serta seperangkat peraturan yang berkenaan dengan pengalaman belajar peserta didik dalam mengambangkan potensi dirinya pada satuan.[2]
Pendidikan berusaha mengembangkan potensi individu agar mampu berdiri sendiri. Untuk itu individu perlu diberi berbagai kemampuan dalam pengembangan berbagai hal seperti: konsep, prinsip kreativitas, tanggung jawab, dan keterampilan. Dengan kata lain perlu mengalami perkembangan dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Demikian pula individu jangan makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan lingkungan sesamanya.[3]
Kurikulum adalah rencana tertulis tentang kemampuan yang harus dimilki berdasarkan standar nasional, materi yang perlu dipelajari dan pengalaman belajar yang harus dijalani untuk mencapai kemampuan tersebut, dan evaluasi yang perlu dilakukan untuuk menentukan tingkat pencapaian kemampuan peserta didik, serta seperangkat peratuaran yang berkenaan dengan pengalaman belajar peserta didik dalam mengembagkan potensi dirinya pada satuan pendidikan tertentu.
Pendidikan berusaha mengembangkan potensi individu agar mampu berdiri sendiri. Untuk itu individu perlu diberi berbagai kemampuan dalam pengembangan berbagai hal, seperti: konsep, prinsip, kreativitas, tanggung jawab, dan keterampilan. Dengan kata lain perlu mengalami perkembangan dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Demikian opula individu juga makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan lingkungan sesamanya.
B.     Pengembangan Kurikulum PAI
Indonesia terdiri lebih dari 3500 buah pulau yang dihuni berbagai suku bangsa yang mempunyai berbagai macam adat-istiadat, bahasa, kebudayaan, agama, kepercayaan dan sebagainya.
 Berbagai kekayaan alam baik yang terdapat di darat, laut, flora, fauna, dan berbagai hasil tambang yang kesemuanya merupakan sumber daya alam. Kebudayaan nasional yang didukung oleh berbagai nilai kebudayaan daerah yang luhur beradab yang merupakan nilai jati diri yang menjiwai perilaku manusia dan masyarakat dalam segenap aspek kehidupan, baik dalam lapangan industri, kerajinan, industri rumah tangga, jasa pertanian (agro industri dan agro bisnis) perkebunan perikanan, peternakan, pertanian hortikultura (sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman hias, dan tanaman obat-obatan), kepariwisataan, pemeliharaan lingkungan hidup sehingga terjadi kesesuaian, keselarasan, dan keseimbangan yang dinamis. Kurikulum selain mengacu pada karakteristik peserta didik, perkembangan ilmu dan teknologi pada zamannya juga mengacu kepada kebutuhan-kebutuhan masyarakat.[4]
Dari beberapa definisi tentang kurikulum tersebut, maka dapat dipahami bahwa pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) dapat diartikan sebagai: (1) kegiatan menghasilkan kurikulum PAI; atau (2) peroses yang mengaitkan suatu komponen dengan yang lainnya untuk menghasilkan kurikulum PAI yang lebih baik; dan/atau (3) kegiatan penyusunan (desain), pelaksanaan, penilaian dan penyempurnaan kurikulum PAI.
Dalam realitas sejarahnya, pengembangan kurikulum PAI tersebut ternyata mengalami perubahan–perubahan paradigma, walaupun dalam beberapa hal tertentu paradigma sebelumnya masih tetap dipertahankan hingga sekarang.
Hal ini dpat dicermati dari fenomena berikut: (1) perubahan dari tekanan pada hapalan dan daya ingat tentang teks-teks dari ajaran- ajaran Agama Islam, serta disiplin mental spritual sebagaimana pengaruh dari Timur Tengah, kepada pemahaman tujuan, makna dan motivasi beragama Islam untuk mencapai tujuan pembelajaran PAI; (2) perubahan dari cara berpikir tekstual, normatif, dan absolutis kepada cara berpikir historis, empiris, dan kontekstual dalam memahami dan menjelaskan ajaran-ajaran dan nilai-nilai agama Islam; (3) perubahan dari tekanan pada produk atau hasil pemikiran keagamaan Islam dari para pendahulunya kepada proses atau metodologinga sehingga menghasilkan produk tersebut; dan (4) perubahan pada pola pengembangan kurikulum PAI yang hanya mengandalkan pada para pakar dalam memilih dan menyusun isis kurikulum PAI kearah keterlibatan yang luas dari para pakar, guru, peserta didik, masyarakat untuk mengidensifikasi tujuan PAI dan cara-cara mencapainya.[5]
Banyak kalangan, termasuk aparat Depdiknas dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota membuat statement bahwa Kurikulum 2004 (atau KBK) tidak terlalu jauh berbeda dengan Kurikulum 2006 yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan baru ditetapkan pemberlakuannya oleh Mendiknas melalui Peraturan Mendiknas No. 24 Tahun 2006 tanggal 2 Juni 2006. Saya tidak tahu, apakah penyataan mereka itu dimaksudkan untuk “menghibur guru” agar tidak resah menghadapi perubahan kurikulum ini. Mengingat Kurikulum 2004 ini masih dalam taraf ujicoba yang lebih luas sejak tahun pembelajaran 2004/2005 dan belum semua sekolah sudah menerapkan secara utuh Kurikulum 2004. Namun apa daya, kini sudah dimunculkan kurikulum baru, Kurikulum 2006. Sehingga muncullah statement yang “menghibur” tersebut.
Hal ini adalah ironis, karena menunjukkan pemahaman yang sangat dangkal mereka terhadap Kurikulum 2006 tersebut. Saya menduga mereka hanya “mengulang-ulang” pernyataan dari BSNP, aparat Pusat Kurikulum, Pejabat Depdiknas yang bermaksud meredam agar Kurikulum 2006 tidak mendapat tentangan dari ujung tombak pendidikan : guru dan sekolah, atau gejolak yang meresahkan masyarakat dan dunia pendidikan. Jika saja mereka sudah melakukan pembandingan secara mendalam kedua kurikulum tersebut, niscaya mereka akan mengatakan bahwa Kurikulum 2004 dengan Kurikulum 2006 berbeda secara nyata, secara signifikan.
Memang harus diakui dalam beberapa hal ada kesamaan atau kemiripan antara keduanya.Berikut ini saya rangkum perbedaan dan persamaan antara Kurikulum 2004 dan Kurikulum 2006 (periksa tabel):[6]
Tabel : Perbandingan Kurikulum 2004 dan 2006
ASPEK
KURIKULUM 2004
KURIKULUM 2006
1. Landasan Hukum
v Tap MPR/GBHN Tahun 1999-2004
v UU No. 20/1999 – Pemerintah-an Daerah
v UU Sisdiknas No 2/1989 kemudian diganti dengan UU No. 20/2003
v PP No. 25 Tahun 2000 tentang pembagian kewenangan
v UU No. 20/2003 – Sisdiknas

v PP No. 19/2005 – SPN
v Permendiknas No. 22/2006 – Standar Isi
v Permendiknas No. 23/2006 – Standar Kompetensi Lulusan
2. Implementasi /Pelaksanaan Kurikulum
v Bukan dengan Keputusan/ Peraturan Mendiknas RI
v Keputusan Dirjen Dikdasmen No.399a/C.C2/Kep/DS/2004 Tahun 2004.
v Keputusan Direktur Dikme-num No. 766a/C4/MN/2003 Tahun 2003, dan No. 1247a/ C4/MN/2003 Tahun 2003.
v Peraturan Mendiknas RI No. 24/2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri No. 22 tentang SI dan No. 23 tentang SKL
3. Ideologi Pendidikan yang Dianut
Liberalisme Pendidikan : terciptanya SDM yang cerdas, kompeten, profesional dan kompetitif
Liberalisme Pendidikan : terciptanya SDM yang cerdas, kompeten, profesional dan kompetitif
4. Sifat (1)
- Cenderung Sentralisme Pendidikan : Kurikulum disusun oleh Tim Pusat secara rinci; Daerah/Sekolah hanya melaksanakan
-Cenderung Desentralisme Pendidikan : Kerangka Dasar Kurikulum disusun oleh Tim Pusat; Daerah dan Sekolah dapat mengembangkan lebih lanjut.
5. Sifat (2)
- Kurikulum disusun rinci oleh Tim Pusat (Ditjen Dikmenum/ Dikmenjur dan Puskur)
- Kurikulum merupakan kerangka dasar oleh Tim BSNP
6. Pendekatan
v - Berbasis Kompetensi
Terdiri atas : SK, KD, MP dan Indikator Pencapaian
v - Berbasis Kompetensi
Hanya terdiri atas : SK dan KD. Komponen lain dikembangkan oleh guru
7. Struktur
v Berubahan relatif banyak dibandingkan kurikulum sebelumnya (1994 suplemen 1999)
v Ada perubahan nama mata pelajaran

v Ada penambahan mata pelajaran (TIK) atau penggabungan mata pelajaran (KN dan PS di SD)
v Penambahan mata pelajaran untuk Mulok dan Pengem-bangan diri untuk semua jenjang sekolah
v Ada pengurangan mata pelajaran (Misal TIK di SD)
v Ada perubahan nama mata pelajaran
v KN dan IPS di SD dipisah lagi
v Ada perubahan jumlah jam pelajaran setiap mata pelajaran
8. Beban Belajar
- Jumlah Jam/minggu :
SD/MI = 26-32/minggu
Lama belajar per 1 JP:
SD = 35 menit
v - Jumlah Jam/minggu :
v SD/MI 1-3 = 27/minggu
v SD/MI 4-6 = 32/minggu
v Lama belajar per 1 JP:
v SD/MI = 35 menit
9. Pengembangan
Kurikulum lebih lanjut
v Hanya sekolah yang mampu dan memenuhi syarat dapat mengembangkan KTSP.
v Guru membuat silabus atas dasar Kurikulum Nasional dan RP/Skenario Pembelajaran
v Semua sekolah /satuan pendidikan wajib membuat KTSP.
v Silabus merupakan bagian tidak terpisahkan dari KTSP
v Guru harus membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
10. Prinsip Pengembangan Kurikulum
v Keimanan, Budi Pekerti Luhur, dan Nilai-nilai Budaya
v Penguatan Integritas Nasional
v Keseimbangan Etika, Logika, Estetika, dan Kinestetika
v Kesamaan Memperoleh Kesempatan
v Perkembangan Pengetahuan dan Teknologi Informasi
v Pengembangan Kecakapan Hidup
v Belajar Sepanjang Hayat
v Berpusat pada Anak
v Pendekatan Menyeluruh dan Kemitraan
v Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya
v Beragam dan terpadu
v Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
v Relevan dengan kebutuhan kehidupan
v Menyeluruh dan berkesinam-bungan
v Belajar sepanjang hayat Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
11. Prinsip Pelaksanaan Kurikulum
Tidak terdapat prinsip pelaksanaan kurikulum
1. Didasarkan pada potensi, perkembangan dan kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya.
2. Menegakkan lima pilar belajar:
a. Belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME,
b. Belajar untuk memahami dan menghayati,
c. Belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif,
d. Belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain,
e. Belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui proses pembela-jaran yang efektif, aktif, kreatif & menyenangkan.
3. Memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan perbaik-an, pengayaan, dan/atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan, dan kondisinya dengan memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi ke-Tuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral.
4. Dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan pendidik yang saling meneri-ma dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan prinsip tut wuri handayani, ing madia mangun karsa, ing ngarsa sung tulada
5. Menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan meman-faatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar.
6 Mendayagunakan kondisi alam, sosial dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal.
7. Diselenggarakan dalam kese-imbangan, keterkaitan, dan kesinambungan yang cocok dan memadai antarkelas dan jenis serta jenjang pendidikan.

12. Pedoman Pelaksanaan Kurikulum
- Bahasa Pengantar
- Intrakurikuler
- Ekstrakurikuler
- Remedial, pengayaan, akselerasi
- Bimbingan & Konseling
- Nilai-nilai Pancasila
- Budi Pekerti
- Tenaga Kependidikan
- Sumber dan Sarana Belajar
- Tahap Pelaksanaan
- Pengembangan Silabus
- Pengelolaan Kurikulum
Tidak terdapat pedoman pelaksanaan kurikulum seperti pada Kurikulum 2004.
Untuk sementara baru 12 aspek yang saya temukan, dimana hanya 2 (dua) hal saja yang sama, yakni landasan ideologis dan pendekatan yang digunakan. Sementara 10 aspek lainnya berbeda sangat nyata, meskipun ada kemiripan pada butir-butir tertentu.
C.     Penerapan Pendidikan Budi Pekerti di Sekolah
Secara teknis, penerapan pendidikan budi pekerti di sekolah setidaknya dapat ditempuh melalui empat alternatif strategi secara terpadu.
  1. Strategi pertama ialah dengan mengintegrasikan konten kurikulum pendidikan budi pekerti yang telah dirumuskan ke dalam seluruh mata pelajaran yang relevan, terutama mata pelajaran agama, kwarganegaraan, dan bahasa (baik bahasa Indonesia maupun bahasa daerah).
  2. Strategi kedua ialah dengan mengintegrasikan pendidikan budi pekerti ke dalam kegiatan sehari-hari di sekolah.
  3. Strategi ketiga ialah dengan mengintegrasikan pendidikan budi pekerti ke dalam kegiatan yang diprogramkan atau direncanakan.
  4. Strategi keempat ialah dengan membangun komunikasi dan kerjasama antara sekolah dengan orang tua peserta didik.



Berkaitan dengan implementasi strategi pendidikan budi pekerti dalam kegiatan sehari-hari, secara teknis dapat dilakukan melalui:
a.      Keteladanan
Dalam kegiatan sehari-hari guru, kepala sekolah, staf administrasi, bahkan juga pengawas harus dapat menjadi teladan atau model yang baik bagi murid-murid di sekolah. Sebagai misal, jika guru ingin mengajarkan kesabaran kepada siswanya, maka terlebih dahulu guru harus mampu menjadi sosok yang sabar dihadapan murid-muridnya.
Begitu juga ketika guru hendak mengajarkan tentang pentingnya kedisiplinan kepada murid-muridnya, maka guru tersebut harus mampu memberikan teladan terlebih dahulu sebagai guru yang disiplin dalam menjalankan tugas pekerjaannya.
Tanpa keteladanan, murid-murid hanya akan menganggap ajakan moral yang disampaikan sebagai sesuatu yang omong kosong belaka, yang pada akhirnya nilai-nilai moral yang diajarkan tersebut hanya akan berhenti sebagai pengetahuan saja tanpa makna.
b.      Kegiatan spontan.
Kegiatan spontan yaitu kegiatan yang dilaksanakan secara spontan pada saat itu juga. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada saat guru mengetahui sikap/tingkah laku peserta didik yang kurang baik, seperti berkelahi dengan temannya, meminta sesuatu dengan berteriak, mencoret dinding, mengambil barang milik orang lain, berbicara kasar, dan sebagainya.
Dalam setiap peristiwa yang spontan tersebut, guru dapat menanamkan nilai-nilai moral atau budi pekerti yang baik kepada para siswa, misalnya saat guru melihat dua orang siswa yang bertengkar/berkelahi di kelas karena memperebutkan sesuatu, guru dapat memasukkan nilai-nilai tentang pentingnya sikap maaf-memaafkan, saling menghormati, dan sikap saling menyayangi dalam konteks ajaran agama dan juga budaya.
c.       Teguran.
Guru perlu menegur peserta didik yang melakukan perilaku buruk dan mengingatkannya agar mengamalkan nilai-nilai yang baik sehingga guru dapat membantu mengubah tingkah laku mereka.
d.      Pengkondisian lingkungan.
Suasana sekolah dikondisikan sedemikian rupa melalui penyediaan sarana fisik yang dapat menunjang tercapainya pendidikan budi pekerti.
Contohnya ialah dengan penyediaan tempat sampah, jam dinding, slogan-slogan mengenai budi pekerti yang mudah dibaca oleh peserta didik, dan aturan/tata tertib sekolah yang ditempelkan pada tempat yang strategis sehingga mudah dibaca oleh setiap peserta didik.
e.       Kegiatan rutin.
Kegiatan rutinitas merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat.
D.    Pendekatan-pendekatan Dalam Pengembangan Kurikulum PAI
Di dalam teori kurikulum setidak-tidaknya terdapat empat pendekatan yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum, yaitu: pendekatan subjek akademis; pendekatan humanistis; pendekatan teknologis; dan pendekatan karakteristik PAI sebagaimana uraian pada bab terdahulu, maka pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam (PAI) dapat menggunakan pendekatan eklektrik, yakni dapat memilih yang terbaik dari keempat pendekatan tersebut sesuai dengan karakteristiknya.1. Pendekatan subjek akademis
Pendekatan Subjek Akademis dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan didasarkan pada sistematisasi disiplin ilmu masing-masing. Setiap ilmu pengetahuan memiliki sistenmatisasi tertentu yang berbeda dengan sistematisasi ilmu lainnya.
Pengembangan kurikulum subjek akademis dilakukan dengan cara menetapkan lebih dahulu mata pelajaran/mta kuliah apa yang harus dipelajari peserta didik, yang diperlukan untuk (persiapan) pengembangan disiplin ilmu.
Pendidikan agama Islam di sekolah meliputi aspek AL-Quran/Hadis, keimanan, akhlak, ibadah/muamalah, dan tarikh/sejarah umat Islam. Di madrasah, aspek-aspek tersebut dijadikan sebagai sub-sub mata pelajaran PAI yang meliputi: mata pelajaran Alquran-Hadis, Fiqih, Akidah-Akhlak, dan Sejarah (kebudayaan) Islam.
2.Pendektan Humanistis
Pendekatan humanistis dalam pengembangan kurikulum bertolak dari ide “memanusiakan manusia”. Penciptaan konteks yang akan memberi peluang manusia untuk menjadi lebih huma, untuk memperinggi harkat manusia merupakan dasar filosofi, dasar teori, dasar evaluasi dan dasar pengembaangan program pendidikan.]
Dalam kegiatan pembelajaran guru perlu memposisikan guru sebagai fasilitator yang membimbing dan mengarahkan jalannya pembelajaran; atau memposisikan peserta didik sebagai orang yang sedang belajar, mengaktualisaskan dan mengembangkan potensi-potensinya. Adapun menjadikan peserta didik sebagai pendengar melalui metode ceramah dilakukan pada tahap berikutnya, yang berfungsi sebagi konfirmasi atau memperkuat apa yang dipelajari peserta didik, atau mediator bila terdapat pendangan-pandangan yang kontroversial, atau mungkin peserta didik sudah sangat memerlukan bantuan penjelasan guru, demikian seterusnya.


3.Pendekatan teknologis
Pendekatan teknologis dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan pendidikan bertolak dari analisis kompetensi yang dibutuhkan ntuk melaksanakan tugas-tugas tertentu. Materi yang diajarkan, kriteria evaluasi sukses, dan stratergi belajarnya ditetapkan sesuai analisis tuas (job analysis) tersebut. Kurikulum berbasis kompetensi yang saat ini sedang digalakkan di sekolah/madrasah termasuk dalam kategori pendekatan teknologis.
4.Pendekatan Rekonstruksi Sosial
Pendekatan rekonstruksi sosial dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan keahlian bertolak dari problem yang dihadapi masyarakat, untuk selanjutnya denga memerankan ilmu-ilmu dan teknologi, serta bekerja secara kooperatif dan kolaboratif, akan dicarikan upaya pemecahannya menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik


Tidak ada komentar:

Posting Komentar