A.
Pengertian Telaah Pendidikan
Agama dan Pendidikan Budi Pekerti Tingkat SD/MI
Telaah adalah penyelidikan; kajian; pemeriksaan;
penelitian.[1] Kurikulum adalah rencana tertulis
tentang kemampuan yang harus dimiliki berdasarkan standar nasional, materi yang
perlu dipelajari dan pengalaman belajar yang harus dijalani untuk mencapai
kemampuan tersebut dan evaluasi yang perlu pencapaian kemampuan peserta didik,
serta seperangkat peraturan yang berkenaan dengan pengalaman belajar peserta
didik dalam mengambangkan potensi dirinya pada satuan.[2]
Pendidikan berusaha mengembangkan potensi individu
agar mampu berdiri sendiri. Untuk itu individu perlu diberi berbagai kemampuan
dalam pengembangan berbagai hal seperti: konsep, prinsip kreativitas, tanggung
jawab, dan keterampilan. Dengan kata lain perlu mengalami perkembangan dalam aspek
kognitif, afektif, dan psikomotor. Demikian pula individu jangan makhluk sosial
yang selalu berinteraksi dengan lingkungan sesamanya.[3]
Kurikulum adalah rencana tertulis tentang kemampuan
yang harus dimilki berdasarkan standar nasional, materi yang perlu dipelajari
dan pengalaman belajar yang harus dijalani untuk mencapai kemampuan tersebut,
dan evaluasi yang perlu dilakukan untuuk menentukan tingkat pencapaian
kemampuan peserta didik, serta seperangkat peratuaran yang berkenaan dengan
pengalaman belajar peserta didik dalam mengembagkan potensi dirinya pada satuan
pendidikan tertentu.
Pendidikan berusaha mengembangkan potensi individu
agar mampu berdiri sendiri. Untuk itu individu perlu diberi berbagai kemampuan
dalam pengembangan berbagai hal, seperti: konsep, prinsip, kreativitas,
tanggung jawab, dan keterampilan. Dengan kata lain perlu mengalami perkembangan
dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Demikian opula individu juga
makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan lingkungan sesamanya.
B.
Pengembangan Kurikulum PAI
Indonesia terdiri lebih dari 3500 buah pulau yang
dihuni berbagai suku bangsa yang mempunyai berbagai macam adat-istiadat,
bahasa, kebudayaan, agama, kepercayaan dan sebagainya.
Berbagai
kekayaan alam baik yang terdapat di darat, laut, flora, fauna, dan berbagai
hasil tambang yang kesemuanya merupakan sumber daya alam. Kebudayaan nasional
yang didukung oleh berbagai nilai kebudayaan daerah yang luhur beradab yang
merupakan nilai jati diri yang menjiwai perilaku manusia dan masyarakat dalam
segenap aspek kehidupan, baik dalam lapangan industri, kerajinan, industri
rumah tangga, jasa pertanian (agro industri dan agro bisnis) perkebunan perikanan,
peternakan, pertanian hortikultura (sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman hias,
dan tanaman obat-obatan), kepariwisataan, pemeliharaan lingkungan hidup
sehingga terjadi kesesuaian, keselarasan, dan keseimbangan yang dinamis.
Kurikulum selain mengacu pada karakteristik peserta didik, perkembangan ilmu
dan teknologi pada zamannya juga mengacu kepada kebutuhan-kebutuhan masyarakat.[4]
Dari beberapa definisi tentang kurikulum tersebut,
maka dapat dipahami bahwa pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI)
dapat diartikan sebagai: (1) kegiatan menghasilkan kurikulum PAI; atau (2)
peroses yang mengaitkan suatu komponen dengan yang lainnya untuk menghasilkan
kurikulum PAI yang lebih baik; dan/atau (3) kegiatan penyusunan (desain),
pelaksanaan, penilaian dan penyempurnaan kurikulum PAI.
Dalam realitas sejarahnya, pengembangan kurikulum PAI tersebut ternyata mengalami perubahan–perubahan paradigma, walaupun dalam beberapa hal tertentu paradigma sebelumnya masih tetap dipertahankan hingga sekarang.
Dalam realitas sejarahnya, pengembangan kurikulum PAI tersebut ternyata mengalami perubahan–perubahan paradigma, walaupun dalam beberapa hal tertentu paradigma sebelumnya masih tetap dipertahankan hingga sekarang.
Hal ini dpat dicermati dari fenomena berikut: (1)
perubahan dari tekanan pada hapalan dan daya ingat tentang teks-teks dari
ajaran- ajaran Agama Islam, serta disiplin mental spritual sebagaimana pengaruh
dari Timur Tengah, kepada pemahaman tujuan, makna dan motivasi beragama Islam
untuk mencapai tujuan pembelajaran PAI; (2) perubahan dari cara berpikir
tekstual, normatif, dan absolutis kepada cara berpikir historis, empiris, dan
kontekstual dalam memahami dan menjelaskan ajaran-ajaran dan nilai-nilai agama Islam;
(3) perubahan dari tekanan pada produk atau hasil pemikiran keagamaan Islam
dari para pendahulunya kepada proses atau metodologinga sehingga menghasilkan
produk tersebut; dan (4) perubahan pada pola pengembangan kurikulum PAI yang
hanya mengandalkan pada para pakar dalam memilih dan menyusun isis kurikulum
PAI kearah keterlibatan yang luas dari para pakar, guru, peserta didik,
masyarakat untuk mengidensifikasi tujuan PAI dan cara-cara mencapainya.[5]
Banyak kalangan, termasuk aparat Depdiknas dan Dinas
Pendidikan Kabupaten/Kota membuat statement bahwa Kurikulum 2004 (atau KBK)
tidak terlalu jauh berbeda dengan Kurikulum 2006 yang disusun oleh Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan baru ditetapkan pemberlakuannya oleh
Mendiknas melalui Peraturan Mendiknas No. 24 Tahun 2006 tanggal 2 Juni 2006.
Saya tidak tahu, apakah penyataan mereka itu dimaksudkan untuk “menghibur guru”
agar tidak resah menghadapi perubahan kurikulum ini. Mengingat Kurikulum 2004
ini masih dalam taraf ujicoba yang lebih luas sejak tahun pembelajaran
2004/2005 dan belum semua sekolah sudah menerapkan secara utuh Kurikulum 2004.
Namun apa daya, kini sudah dimunculkan kurikulum baru, Kurikulum 2006. Sehingga
muncullah statement yang “menghibur” tersebut.
Hal ini adalah ironis, karena menunjukkan pemahaman
yang sangat dangkal mereka terhadap Kurikulum 2006 tersebut. Saya menduga
mereka hanya “mengulang-ulang” pernyataan dari BSNP, aparat Pusat Kurikulum,
Pejabat Depdiknas yang bermaksud meredam agar Kurikulum 2006 tidak mendapat
tentangan dari ujung tombak pendidikan : guru dan sekolah, atau gejolak yang
meresahkan masyarakat dan dunia pendidikan. Jika saja mereka sudah melakukan
pembandingan secara mendalam kedua kurikulum tersebut, niscaya mereka akan
mengatakan bahwa Kurikulum 2004 dengan Kurikulum 2006 berbeda secara nyata,
secara signifikan.
Memang harus diakui
dalam beberapa hal ada kesamaan atau kemiripan antara keduanya.Berikut ini saya
rangkum perbedaan dan persamaan antara Kurikulum 2004 dan Kurikulum 2006
(periksa tabel):[6]
Tabel : Perbandingan Kurikulum 2004 dan 2006
ASPEK
KURIKULUM 2004
KURIKULUM 2006
1. Landasan Hukum
v Tap MPR/GBHN Tahun 1999-2004
v UU No. 20/1999 – Pemerintah-an Daerah
v UU Sisdiknas No 2/1989 kemudian diganti dengan UU No. 20/2003
v PP No. 25 Tahun 2000 tentang pembagian kewenangan
v UU No. 20/2003 – Sisdiknas
Tabel : Perbandingan Kurikulum 2004 dan 2006
ASPEK
KURIKULUM 2004
KURIKULUM 2006
1. Landasan Hukum
v Tap MPR/GBHN Tahun 1999-2004
v UU No. 20/1999 – Pemerintah-an Daerah
v UU Sisdiknas No 2/1989 kemudian diganti dengan UU No. 20/2003
v PP No. 25 Tahun 2000 tentang pembagian kewenangan
v UU No. 20/2003 – Sisdiknas
v PP No. 19/2005 – SPN
v Permendiknas No. 22/2006 – Standar Isi
v Permendiknas No. 23/2006 – Standar Kompetensi Lulusan
2. Implementasi /Pelaksanaan Kurikulum
v Bukan dengan Keputusan/ Peraturan Mendiknas RI
v Keputusan Dirjen Dikdasmen No.399a/C.C2/Kep/DS/2004 Tahun 2004.
v Keputusan Direktur Dikme-num No. 766a/C4/MN/2003 Tahun 2003, dan No. 1247a/ C4/MN/2003 Tahun 2003.
v Peraturan Mendiknas RI No. 24/2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri No. 22 tentang SI dan No. 23 tentang SKL
3. Ideologi Pendidikan yang Dianut
Liberalisme Pendidikan : terciptanya SDM yang cerdas, kompeten, profesional dan kompetitif
Liberalisme Pendidikan : terciptanya SDM yang cerdas, kompeten, profesional dan kompetitif
4. Sifat (1)
- Cenderung Sentralisme Pendidikan : Kurikulum disusun oleh Tim Pusat secara rinci; Daerah/Sekolah hanya melaksanakan
-Cenderung Desentralisme Pendidikan : Kerangka Dasar Kurikulum disusun oleh Tim Pusat; Daerah dan Sekolah dapat mengembangkan lebih lanjut.
5. Sifat (2)
- Kurikulum disusun rinci oleh Tim Pusat (Ditjen Dikmenum/ Dikmenjur dan Puskur)
- Kurikulum merupakan kerangka dasar oleh Tim BSNP
6. Pendekatan
v - Berbasis Kompetensi
Terdiri atas : SK, KD, MP dan Indikator Pencapaian
v - Berbasis Kompetensi
Hanya terdiri atas : SK dan KD. Komponen lain dikembangkan oleh guru
7. Struktur
v Berubahan relatif banyak dibandingkan kurikulum sebelumnya (1994 suplemen 1999)
v Ada perubahan nama mata pelajaran
v Ada penambahan mata pelajaran (TIK) atau penggabungan mata pelajaran (KN dan PS di SD)
v Penambahan mata pelajaran untuk Mulok dan Pengem-bangan diri untuk semua jenjang sekolah
v Ada pengurangan mata pelajaran (Misal TIK di SD)
v Ada perubahan nama mata pelajaran
v KN dan IPS di SD dipisah lagi
v Ada perubahan jumlah jam pelajaran setiap mata pelajaran
8. Beban Belajar
- Jumlah Jam/minggu :
SD/MI = 26-32/minggu
Lama belajar per 1 JP:
SD = 35 menit
v - Jumlah Jam/minggu :
v SD/MI 1-3 = 27/minggu
v SD/MI 4-6 = 32/minggu
v Lama belajar per 1 JP:
v SD/MI = 35 menit
9. Pengembangan
Kurikulum lebih lanjut
v Hanya sekolah yang mampu dan memenuhi syarat dapat mengembangkan KTSP.
v Guru membuat silabus atas dasar Kurikulum Nasional dan RP/Skenario Pembelajaran
v Semua sekolah /satuan pendidikan wajib membuat KTSP.
v Silabus merupakan bagian tidak terpisahkan dari KTSP
v Guru harus membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
10. Prinsip Pengembangan Kurikulum
v Keimanan, Budi Pekerti Luhur, dan Nilai-nilai Budaya
v Penguatan Integritas Nasional
v Keseimbangan Etika, Logika, Estetika, dan Kinestetika
v Kesamaan Memperoleh Kesempatan
v Perkembangan Pengetahuan dan Teknologi Informasi
v Pengembangan Kecakapan Hidup
v Belajar Sepanjang Hayat
v Berpusat pada Anak
v Pendekatan Menyeluruh dan Kemitraan
v Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya
v Beragam dan terpadu
v Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
v Relevan dengan kebutuhan kehidupan
v Menyeluruh dan berkesinam-bungan
v Belajar sepanjang hayat Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
11. Prinsip Pelaksanaan Kurikulum
Tidak terdapat prinsip pelaksanaan kurikulum
1. Didasarkan pada potensi, perkembangan dan kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya.
2. Menegakkan lima pilar belajar:
a. Belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME,
b. Belajar untuk memahami dan menghayati,
c. Belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif,
d. Belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain,
e. Belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui proses pembela-jaran yang efektif, aktif, kreatif & menyenangkan.
3. Memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan perbaik-an, pengayaan, dan/atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan, dan kondisinya dengan memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi ke-Tuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral.
4. Dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan pendidik yang saling meneri-ma dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan prinsip tut wuri handayani, ing madia mangun karsa, ing ngarsa sung tulada
5. Menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan meman-faatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar.
6 Mendayagunakan kondisi alam, sosial dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal.
7. Diselenggarakan dalam kese-imbangan, keterkaitan, dan kesinambungan yang cocok dan memadai antarkelas dan jenis serta jenjang pendidikan.
12. Pedoman Pelaksanaan Kurikulum
- Bahasa Pengantar
- Intrakurikuler
- Ekstrakurikuler
- Remedial, pengayaan, akselerasi
- Bimbingan & Konseling
- Nilai-nilai Pancasila
- Budi Pekerti
- Tenaga Kependidikan
- Sumber dan Sarana Belajar
- Tahap Pelaksanaan
- Pengembangan Silabus
- Pengelolaan Kurikulum
Tidak terdapat pedoman pelaksanaan kurikulum seperti pada Kurikulum 2004.
Untuk sementara baru 12 aspek yang saya temukan,
dimana hanya 2 (dua) hal saja yang sama, yakni landasan ideologis dan
pendekatan yang digunakan. Sementara 10 aspek lainnya berbeda sangat nyata,
meskipun ada kemiripan pada butir-butir tertentu.
C.
Penerapan Pendidikan Budi
Pekerti di Sekolah
Secara teknis, penerapan pendidikan budi pekerti di sekolah
setidaknya dapat ditempuh melalui empat alternatif strategi secara terpadu.
- Strategi pertama ialah dengan mengintegrasikan konten kurikulum pendidikan budi pekerti yang telah dirumuskan ke dalam seluruh mata pelajaran yang relevan, terutama mata pelajaran agama, kwarganegaraan, dan bahasa (baik bahasa Indonesia maupun bahasa daerah).
- Strategi kedua ialah dengan mengintegrasikan pendidikan budi pekerti ke dalam kegiatan sehari-hari di sekolah.
- Strategi ketiga ialah dengan mengintegrasikan pendidikan budi pekerti ke dalam kegiatan yang diprogramkan atau direncanakan.
- Strategi keempat ialah dengan membangun komunikasi dan kerjasama antara sekolah dengan orang tua peserta didik.
Berkaitan dengan implementasi strategi pendidikan budi pekerti
dalam kegiatan sehari-hari, secara teknis dapat dilakukan melalui:
a. Keteladanan
Dalam
kegiatan sehari-hari guru, kepala sekolah, staf administrasi, bahkan juga
pengawas harus dapat menjadi teladan atau model yang baik bagi murid-murid di
sekolah. Sebagai misal, jika guru ingin mengajarkan kesabaran kepada siswanya,
maka terlebih dahulu guru harus mampu menjadi sosok yang sabar dihadapan
murid-muridnya.
Begitu juga ketika guru hendak mengajarkan tentang
pentingnya kedisiplinan kepada murid-muridnya, maka guru tersebut harus mampu
memberikan teladan terlebih dahulu sebagai guru yang disiplin dalam menjalankan
tugas pekerjaannya.
Tanpa keteladanan, murid-murid hanya akan menganggap
ajakan moral yang disampaikan sebagai sesuatu yang omong kosong belaka, yang
pada akhirnya nilai-nilai moral yang diajarkan tersebut hanya akan berhenti
sebagai pengetahuan saja tanpa makna.
b. Kegiatan spontan.
Kegiatan spontan yaitu kegiatan yang dilaksanakan
secara spontan pada saat itu juga. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada saat
guru mengetahui sikap/tingkah laku peserta didik yang kurang baik, seperti
berkelahi dengan temannya, meminta sesuatu dengan berteriak, mencoret dinding,
mengambil barang milik orang lain, berbicara kasar, dan sebagainya.
Dalam setiap peristiwa yang spontan tersebut, guru
dapat menanamkan nilai-nilai moral atau budi pekerti yang baik kepada para
siswa, misalnya saat guru melihat dua orang siswa yang bertengkar/berkelahi di
kelas karena memperebutkan sesuatu, guru dapat memasukkan nilai-nilai tentang
pentingnya sikap maaf-memaafkan, saling menghormati, dan sikap saling
menyayangi dalam konteks ajaran agama dan juga budaya.
c. Teguran.
Guru perlu menegur peserta didik yang melakukan
perilaku buruk dan mengingatkannya agar mengamalkan nilai-nilai yang baik
sehingga guru dapat membantu mengubah tingkah laku mereka.
d. Pengkondisian lingkungan.
Suasana sekolah dikondisikan sedemikian rupa melalui
penyediaan sarana fisik yang dapat menunjang tercapainya pendidikan budi
pekerti.
Contohnya ialah dengan penyediaan tempat sampah, jam
dinding, slogan-slogan mengenai budi pekerti yang mudah dibaca oleh peserta
didik, dan aturan/tata tertib sekolah yang ditempelkan pada tempat yang
strategis sehingga mudah dibaca oleh setiap peserta didik.
e. Kegiatan rutin.
Kegiatan rutinitas merupakan kegiatan yang dilakukan
peserta didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat.
D.
Pendekatan-pendekatan Dalam Pengembangan
Kurikulum PAI
Di dalam teori kurikulum setidak-tidaknya terdapat
empat pendekatan yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum, yaitu:
pendekatan subjek akademis; pendekatan humanistis; pendekatan teknologis; dan
pendekatan karakteristik PAI sebagaimana uraian pada bab terdahulu, maka
pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam (PAI) dapat menggunakan
pendekatan eklektrik, yakni dapat memilih yang terbaik dari keempat pendekatan
tersebut sesuai dengan karakteristiknya.1. Pendekatan
subjek akademis
Pendekatan Subjek Akademis dalam menyusun
kurikulum atau program pendidikan didasarkan pada sistematisasi disiplin ilmu
masing-masing. Setiap ilmu pengetahuan memiliki sistenmatisasi tertentu yang
berbeda dengan sistematisasi ilmu lainnya.
Pengembangan kurikulum subjek akademis dilakukan
dengan cara menetapkan lebih dahulu mata pelajaran/mta kuliah apa yang harus
dipelajari peserta didik, yang diperlukan untuk (persiapan) pengembangan
disiplin ilmu.
Pendidikan agama Islam di sekolah meliputi aspek AL-Quran/Hadis, keimanan, akhlak, ibadah/muamalah, dan tarikh/sejarah umat Islam. Di madrasah, aspek-aspek tersebut dijadikan sebagai sub-sub mata pelajaran PAI yang meliputi: mata pelajaran Alquran-Hadis, Fiqih, Akidah-Akhlak, dan Sejarah (kebudayaan) Islam.
Pendidikan agama Islam di sekolah meliputi aspek AL-Quran/Hadis, keimanan, akhlak, ibadah/muamalah, dan tarikh/sejarah umat Islam. Di madrasah, aspek-aspek tersebut dijadikan sebagai sub-sub mata pelajaran PAI yang meliputi: mata pelajaran Alquran-Hadis, Fiqih, Akidah-Akhlak, dan Sejarah (kebudayaan) Islam.
2.Pendektan Humanistis
Pendekatan humanistis
dalam pengembangan kurikulum bertolak dari ide “memanusiakan manusia”.
Penciptaan konteks yang akan memberi peluang manusia untuk menjadi lebih huma,
untuk memperinggi harkat manusia merupakan dasar filosofi, dasar teori, dasar
evaluasi dan dasar pengembaangan program pendidikan.]
Dalam kegiatan pembelajaran guru perlu memposisikan guru sebagai fasilitator yang membimbing dan mengarahkan jalannya pembelajaran; atau memposisikan peserta didik sebagai orang yang sedang belajar, mengaktualisaskan dan mengembangkan potensi-potensinya. Adapun menjadikan peserta didik sebagai pendengar melalui metode ceramah dilakukan pada tahap berikutnya, yang berfungsi sebagi konfirmasi atau memperkuat apa yang dipelajari peserta didik, atau mediator bila terdapat pendangan-pandangan yang kontroversial, atau mungkin peserta didik sudah sangat memerlukan bantuan penjelasan guru, demikian seterusnya.
Dalam kegiatan pembelajaran guru perlu memposisikan guru sebagai fasilitator yang membimbing dan mengarahkan jalannya pembelajaran; atau memposisikan peserta didik sebagai orang yang sedang belajar, mengaktualisaskan dan mengembangkan potensi-potensinya. Adapun menjadikan peserta didik sebagai pendengar melalui metode ceramah dilakukan pada tahap berikutnya, yang berfungsi sebagi konfirmasi atau memperkuat apa yang dipelajari peserta didik, atau mediator bila terdapat pendangan-pandangan yang kontroversial, atau mungkin peserta didik sudah sangat memerlukan bantuan penjelasan guru, demikian seterusnya.
3.Pendekatan teknologis
Pendekatan teknologis dalam menyusun kurikulum atau
program pendidikan pendidikan bertolak dari analisis kompetensi yang dibutuhkan
ntuk melaksanakan tugas-tugas tertentu. Materi yang diajarkan, kriteria
evaluasi sukses, dan stratergi belajarnya ditetapkan sesuai analisis tuas (job
analysis) tersebut. Kurikulum berbasis kompetensi yang saat ini sedang
digalakkan di sekolah/madrasah termasuk dalam kategori pendekatan teknologis.
4.Pendekatan Rekonstruksi Sosial
Pendekatan rekonstruksi sosial dalam menyusun
kurikulum atau program pendidikan keahlian bertolak dari problem yang dihadapi
masyarakat, untuk selanjutnya denga memerankan ilmu-ilmu dan teknologi, serta
bekerja secara kooperatif dan kolaboratif, akan dicarikan upaya pemecahannya
menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar